TEMPO.CO, Jakarta - Senin 9 November 2020, perusahaan farmasi Amerika Serikat, Pfizer, merilis data analisa sementara dari hasil uji coba vaksin Covid-19 yang dilakukannya. Isinya dipandang sangat menjanjikan: efektivitas lebih dari 90 persen.
Pengumuman itu langsung disambut sukacita. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, misalnya, menyebut hasil sementara itu mendorong inovasi ilmiah yang tak terduga. Sedang Direktur Institut Penyakit Menular dan Alergi Nasional AS, Anthony Fauci, mengatakan tingkat efikasi yang ditunjukkan dari data kajian awal itu sebagai luar biasa.
Baca juga:
Data Awal, Efektivitas Vaksin Covid-19 Pfizer Lebih dari 90 Persen
Namun sejumlah ilmuwan mengingatkan kalau kabar gembira itu datang disertai dengan sejumlah pertanyaan yang belum terjawab. Ini karena memang proses uji masih berjalan dan hasilnya belum dipublikasikan.
Plus, kajian awal yang dilakukan hanya terhadap 94 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dari hampir 44 ribu relawan uji klinis vaksin Pfizer tersebut. Belum jelas pula proporsi sebenarnya antara penerima suntikan dosis vaksin dan suntikan plasebo di antara para relawan itu.
Berikut ini empat di antara sejumlah pertanyaan yang masih harus dijawab dari data hasil uji klinis vaksin pengguna metode material genetik mRNA tersebut,
1. Apakah vaksin itu mampu melindungi orang-orang, baik dari gejala yang parah maupun ringan?
Untuk menguji vaksinnya, Pfizer menyuntik 43.538 relawan, masing-masing sebanyak dua kali. Tidak seorang pun yang tahu siapa menerima dosis vaksin yang sedang dikembangkan itu, siapa yang hanya menerima larutan air garam sebagai plasebo atau kontrol.
Sebuah badan berisi ahli independen menemukan tak sampai sepuluh persen dari 94 kasus positif Covid-19 pertama di antara puluhan ribu relawan tersebut yang adalah penerima suntikan dosis vaksin. Tapi studi itu memang hanya mencari kasus positif yang disertai gejala. Belum jelas apakah vaksin juga melindungi kasus yang asimptomatik atau orang tanpa gejala (OTG).
Baca juga:
Telat Kembangkan Vaksin Covid-19, Ini Kata Perusahaan Farmasi Jepang
"Kita juga belum mengetahui apakah vaksin itu mengurangi risiko kasus parah Covid-19, kasus rawat inap, atau kasus kematian," kata Maria Elena Bottazzi, Wakil Direktur Pusat Pengembangan Vaksin di Rumah Sakit Anak Texas, AS.