Temuan ini menuntun kepada dugaan kalau strategi oleh pejantan ini dibutuhkan agar perkawinan bisa terjadi di spesies ini. Mereka mendapati kalau si jantan akan pertama menggigit kaki si betina. Laba-laba betina itu lalu akan menarik kaki-kaki mereka merapat ke badan.
Si pejantan lalu akan menindih si betina dan cepat mengikat kaki-kaki dan badan lawan jenisnya itu dengan sutranya sebelum hubungan seks terjadi di antara keduanya. Begitu selesai, si betina sering kali masih terbaring diam untuk beberapa waktu setelah si jantan pergi, sebelum kemudian akan melepaskan diri dari ikatannya.
Setelah perkawinan itu, para peneliti mengamati, si betina biasanya menjadi lebih lemah dan tak segesit sebelumnya dalam memburu semut yang menjadi magsanya. Diduga mereka telah terluka.
"Melumpuhkan si betina, yang biasa terjadi dalam kopulasi paksaan, mungkin menguntungkan untuk pejantan yang berisiko diserang dan dikanibal pasangannya saat kawin," tulis para peneliti dalam hasil studi.
Meski begitu strategi dari pejantan T. fabricii ini tak selalu berhasil. Sebanyak 11 persen dari kasus interaksi seksual yang terjadi, si betina mampu menyerang dan memakan si jantan sebelum kopulasi terjadi.
Baca juga:
Kasus Covid-19 di Amerika Tembus 11 Juta, Naik 1 Juta dalam 8 Hari
Sebagai tambahan, para penelitinya masih ragu apakah dalam 89 persen sisa kasus yang lain berarti si laba-laba betina benar-benar berhasil dilumpuhkan oleh si jantan? Ataukah diamnya itu disengaja sebagai sinyal dari si betina bersedia dikawini?
NEWSWEEK | NEW SCIENTIST