TEMPO.CO, London - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat, 20 November 2020, mengatakan obat antivirus remdesivir tidak boleh digunakan untuk mengobati pasien Covid-19, tidak peduli seberapa parah kondisi mereka karena tidak ada bukti bahwa obat itu memberikan hasil efektif.
"Panel tidak menemukan cukup bukti bahwa remdesivir meningkatkan efek yang penting bagi pasien, seperti penurunan mortalitas, kebutuhan ventilasi mekanis, masa perbaikan klinis, dan lain-lain," kata panel Kelompok Pengembangan Pedoman (GDG) WHO.
"Setiap efek menguntungkan dari remdesivir, jika memang ada, kemungkinannya kecil dan potensi bahaya yang penting masih ada," imbuhnya.
Rekomendasi WHO itu, yang diterbitkan dalam British Medical Journal, didasarkan pada tinjauan bukti yang mencakup data dari empat uji coba acak internasional di antara lebih dari 7.000 pasien yang dirawat di rumah sakit.
Setelah meninjau bukti itu, panel menyimpulkan bahwa remdesivir tidak memiliki efek yang berarti terhadap tingkat kematian atau hasil penting lainnya untuk pasien.
"Terutama mengingat implikasi biaya dan sumber daya yang terkait dengan remdesivir, panel merasa harus ada tanggung jawab dalam menunjukkan bukti kemanjuran, yang tidak diperlihatkan oleh data yang tersedia saat ini," katanya.
Remdesivir merupakan satu dari hanya dua obat yang saat ini diizinkan untuk mengobati pasien Covid-19 di seluruh dunia. Penggunaannya telah disetujui di Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan negara lain setelah penelitian awal menemukan bahwa obat antivirus itu dapat mempersingkat waktu pemulihan pada beberapa pasien Covid-19.
Dibuat oleh perusahaan Gilead AS, remdesivir sangat mahal dan harus diberikan melalui infus atau intravena. Gilead mengatakan pada bulan lalu bahwa obat itu telah meningkatkan penjualan kuartal ketiganya sekitar US$ 900 juta atau sekitar Rp 12,7 triliun.
ANTARA | XINHUA