Modesta Wisa adalah perempuan muda Dayak yang aktif mendorong pewarisan adat. Ia memelopori pendirian Sekolah Adat Samabue (SAS) untuk anak muda agar memiliki kesadaran kritis pentingnya melestarikan adat, budaya, kearifan lokal, dan menjaga lingkungan.
Melalui SAS, Wisa menggagas gerakan pulang kampung untuk ketahanan dan kedaulatan pangan di Menjalin, Kalimantan Barat. Gerakan pulang kampung ditujukan kepada anak-anak muda yang sudah pergi ke kota agar bisa kembali ke kampung ikut melanjutkan kegiatan orang tuanya di ladang. "Kami masih punya sawah-ladang dan ritual-ritual adat yang harus diwariskan,” katanya.
Wisa menyampaikan keprihatinan melihat kondisi masyarakat di kampungnya yang mulai kehilangan tanaman lokal. Ia mencontohkan beras yang didatangkan dari luar. “Dulu kami punya padi palawang dan beras cidane, sekarang tidak banyak lagi,” katanya menambahkan.
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Hari Nur Cahya Murni, mengatakan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling vital. Sayangnya, dia mengakui dari sisi dukungan kebijakan penganggaran tak ada persentase secara khusus yang mendukungnya.
Ia membandingkan dengan pendidikan yang diwajibkan melalui regulasi anggaran 20 persen. Sedangkan untuk pangan dan air yang merupakan kebutuhan manusia paling utama tidak ada pengaturan terkait itu. Tidak ada regulasi dari pusat hingga daerah yang mengaturnya.
Menurutnya pemerintah pusat dan pemda juga bertanggung jawab atas ketersediaan pangan di daerah dan pengembangan produksi pangan lokal di daerah. Selain itu pemerintah daerah juga berkewajiban mewujudkan penganekaragam konsumsi.
Modesta Wisa menggagas gerakan pulang kampung untuk ketahanan dan kedaulatan pangan di Menjalin, Kalimantan Barat. Gerakan pulang kampung ditujukan kepada anak-anak muda yang sudah pergi ke kota agar bisa kembali ke kampung ikut melanjutkan kegiatan orang tuanya di ladang. DOK. SAMADHA INSTITUTE
Itu sebabnya Hari meminta warga pemilik hak pilih dalam pilkada serentak 9 Desember 2020 memasukkan pula isu pangan lokal untuk pertimbangannya menetapkan siapa yang akan dicoblos. “Ketika tidak mencantumkan pangan lokal menjadi program prioritas mereka di dalam visi dan misi, maka tidak usah dipilih,” ujarnya.
Deputy Director The Samdhana Institute, Martua Sirait, dalam pembukaan webinar mengatakan wilayah adat merupakan lumbung pengetahuan dan lumbung pangan dalam menghadapi krisis sosial dan ekologi. Karena itu semangat dan kisah para pemuda yang menginisasi mengangkat pangan lokal perlu dibagi untuk menjadi pembelajaran bersama.