TEMPO.CO, Jakarta - AstraZeneca kemungkinan akan menjalankan uji tambahan untuk memastikan efikasi vaksin Covid-19 yang dikembangkannya, tapi menggunakan dosis yang lebih rendah. Hal itu disampaikan kepala eksekutifnya, Pascal Soriot, di tengah pertanyaan yang datang terhadap hasil sementara dari riset uji klinis final yang telah diumumkannya.
Seperti diketahui, hasil uji klinis vaksin AstraZeneca-University of Oxford memberikan rata-rata efisiensi sebesar 70 persen. Nilai rata-rata itu digunakan karena vaksin tersebut diketahui mampu memberi efikasi sampai 90 persen pada kelompok tertentu relawan yang belakangan diungkap tak sengaja hanya menerima setengah dosis di suntikan pertama dari dua kali suntikan yang diterimanya.
Sedang pada mereka yang menerima dua kali suntikan dengan dosis penuh sesuai desain uji klini, efektivitasnya dalam melawan infeksi virus corona Covid-19 sebesar 62 persen. Angka efikasi itu lebih rendah tapi masih di atas persyaratan WHO untuk sebuah vaksin yang akan mengantongi izin penggunaan darurat.
“Sekarang kami telah menemukan apa yang tampak seperti kemanjuran yang lebih baik. Kami harus memvalidasi ini, jadi kami perlu melakukan studi tambahan,” kata Soriot seperti dilaporkan Bloomberg, pada Kamis 26 November 2020.
Soriot yakin perulangan uji klinis dengan dengan hanya memberikan setengah dari dosisakan bisa cepat diselesaikan. Alasannya, upaya mencari kepastian tersebut tak lagi butuh jumlah pasien yang besar. Sebagai pembanding, uji klinis di Inggris dan Brasil yang kini sudah mencapai bagian akhir itu melibatkan total 8.895 relawan.
Meski begitu, AstraZeneca tidak berharap uji tambahan yang akan dilakukan menunda otoritas kesehatan negara-negara di Eropa dalam memberi persetujuan penggunaan darurat atas vaksinnya tersebut. Dia mengaku kalau pemberian setengah dosis telah sekaligus ditinjau dan disetujui oleh pemantau keamanan data independen dan regulator di Inggris, dan secara terbuka dikonfirmasi tidak ada kekhawatiran.
Baca juga:
Klaim Efikasi Vaksin Covid-19 Sputnik V Naik jadi 95 Persen
Uji tambahan, sebaliknya, diakui dibutuhkan untuk meyakinkan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). "Badan tersebut tidak mungkin menyetujui vaksin berdasarkan penelitian yang dilakukan di tempat lain," kata Soriot.