TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Dokter Anak Indonesia memandang metode pembelajaran atau pendidikan jarak jauh lebih aman daripada tatap muka langsung di sekolah saat ini. Setiap orang tua yang sedang mempertimbangkan persetujuan kegiatan sekolah dengan tatap muka kembali diharapkan tetap mendukung kegiatan belajar dari rumah, baik sebagian maupun sepenuhnya.
Pandangan itu disampaikan sebagai bagian dari pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia terhadap rencana dibukanya kembali sekolah-sekolah di awal semester pada Januari mendatang. Pembukaan sekolah kembali tanpa melihat zona pandemi dimungkinkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sepanjang disetujui pemerintah daerah, sekolah, dan orang tua murid.
Baca juga:
Covid-19 di Sekolah: 3 Guru Meninggal di Kudus, 15 Siswa Positif di Jepara
"Menimbang dan memperhatikan panduan dari WHO, publikasi ilmiah, publikasi di media massa, dan data Covid-19 di Indonesia maka saat ini IDAI memandang bahwa pendidikan jarak jauh lebih aman," bunyi bagian dari pendapat yang diteken Ketua Umum IDAI, Aman B. Pulungan, dan Sekretaris Umum Hikari Ambara Sjakti pada Selasa 1 Desember 2020 tersebut.
IDAI menggarisbawahi bahwa keputusan pembukaan sekolah di daerah masing-masing harus meminta pertimbangan dinas kesehatan dan organisasi profesi kesehatan setempat. Keputusan juga harus memperhatikan apakah angka kejadian dan kematian Covid-19 di daerah tersebut masih meningkat atau tidak.
Kepada pihak sekolah juga diingatkan tidak semata-mata memenuhi dukungan fasilitas untuk protokol kesehatan tapi perlu memiliki mekanisme pengawasan atas standar protokol kesehatan itu. Juga memiliki prosedur standar jika ada murid, guru atau staf terkonfirmasi positif Covid-19.
Sedang kepada orang tua, IDAI memberi saran agar menghitung benar sebelum memberi persetujuan kegiatan pembelajaran tatap muka dalam masa pandemi ini. "Pertimbangkan partisipasi anak dalam kegiatan tatap muka lebih bermanfaat atau justru meningkatkan risiko penularan."
Beberapa indikator untuk digunakan menimbang di antaranya adalah apakah anak sudah mampu menjalani protokol kesehatan 3M (mengenakan masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan) secara memadai. Lalu, apakah si anak masih perlu pendampingan orang tua, dan punya kondisi komorbid.
Termasuk apakah ada kelompok lansia atau mereka yang berisiko tinggi di rumah. Seperti diketahui, berdasarkan sejumlah studi, anak-anak mungkin akan asimptomatik (OTG) jika terinfeksi Covid-19, tapi ini akan membahayakan orang-orang sekitarnya karena dia menjadi penular.
IDAI mengakui adanya laporan yang menyebutkan kalau selama pandemi dan diam di rumah saja terjadi peningkatan stres pada anak dan keluarga di sejumlah negara berkembang. Juga perlakuan salah, pernikahan dini, dan ancaman putus sekolah pada anak. Karena itu IDAI mengingatkan kepada seluruh pemangku kepentingan, baik orang tua, masyarakat maupun pemerintah, wajib memenuhi hak anak sesuai Konvensi Hak Anak Tahun 1990.
Baca juga:
Yogya Janji Tak Buka Sekolah Tanpa Izin Orang Tua Murid
Isinya, hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hak untuk mendapat perlindungan. "Upaya bersama yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan anak Indonesia perlu terus diperjuangkan baik melalui pembelajaran tatap muka maupun saat belajar dari rumah," kata IDAI di bagian pertama dari 12 butir pendapatnya itu.