Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Studi: Terlambat Lockdown, Covid-19 Tumbuh Lebih Cepat di Inggris

image-gnews
Staf di Rumah Sakit Queen Elizabeth bertepuk tangan untuk menunjukkan penghargaan mereka terhadap pekerja Layanan Kesehatan Nasional (NHS) di tengah wabah penyakit virus Corona (COVID-19), selama aksi mingguan
Staf di Rumah Sakit Queen Elizabeth bertepuk tangan untuk menunjukkan penghargaan mereka terhadap pekerja Layanan Kesehatan Nasional (NHS) di tengah wabah penyakit virus Corona (COVID-19), selama aksi mingguan "Clap for our Carers" di Glasgow, Inggris Kamis, 23 April 2020 [Jeff J Mitchell / Pool via REUTERS]
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembatasan wilayah atau lockdown yang terlambat untuk mencegah penyebaran virus corona Covid-19 di Inggris pada Maret 2020 menyebabkan pandemi meningkat lebih cepat dibanding beberapa negara Eropa lainnya yang menerapkan lockdown lebih cepat.

Studi ini dilakukan oleh pakar epidemiologi dan spesialis kesehatan masyarakat dari University of Oxford Christopher Dye.

Dye dan timnya telah mengamati 30 negara dan menilai wabah berdasarkan kematian akibat Covid-19. Dalam data tersebut, para peneliti menemukan waktu rata-rata bagi negara-negara Eropa untuk melakukan lockdown setelah kematian Covid-19 yang pertama dilaporkan sembilan hari, seperti dikutip Daily Mail, Selasa, 1 Desember 2020.

Selama periode waktu ini, pandemi umumnya membengkak sepuluh kali lipat. Namun, berbagai negara melakukan lockdown pada waktu yang berbeda, Polandia memulai pembatasan nasionalnya pada 10 Maret, bahkan sebelum kematian pertama tercatat pada 12 Maret. 

Berdasarkan data Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC), para peneliti menghitung kematian pertama Covid-19 di Inggris terjadi pada 7 Maret. Namun, baru 16 hari kemudian, 23 Maret, Perdana Menteri Boris Johnson memberi tahu negara itu bahwa penguncian yang ketat akan diberlakukan.

Pada hari itu ada 57 kematian, catat penelitian yang diterbitkan di Royal Society Open Science. Peningkatan ini lebih dari 50 kali lipat dalam ukuran pandemi sejak kematian pertama.

Penelitian ini juga menemukan bahwa negara-negara yang melaporkan lebih sedikit kematian pada umumnya tidak memiliki tingkat penularan dan pertumbuhan pandemi yang secara intrinsik lebih rendah, dan kurva epidemi yang lebih datar. Tapi sebaliknya, negara dengan kematian lebih sedikit yang lockdown lebih cepat memiliki masa pandemi lebih pendek, memuncak lebih cepat, dan populasi yang lebih kecil.

"Akibatnya, karena menganggap enteng lockdown, kami memperkirakan, dan dengan sepatutnya mengamati kebangkitan Covid-19 di seluruh Eropa," tulis penelitian itu.

Para peneliti melihat tiga penjelasan potensial mengapa suatu negara akan mengalami wabah yang lebih kecil relatif terhadap populasinya daripada yang lain. Yang pertama tingkat penularan SARS CoV-2, secara intrinsik lebih rendah di beberapa negara, misalnya, karena individu yang menular dan rentan lebih jarang bersentuhan di populasi yang kurang padat.

Kedua, jumlah infeksi baru menurun dengan cepat karena setelah peningkatan tajam dalam infeksi, kekebalan kawanan dibangun di antara orang-orang yang rentan. "Negara-negara dengan lebih sedikit orang yang terpapar atau rentan terhadap infeksi diperkirakan memiliki pandemi Covid-19 yang lebih kecil dan pendek," kata para peneliti. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kemungkinan alasan ketiga untuk lebih sedikit kematian adalah bahwa angka infeksi turun karena penegakan protokol kesehatan seperti jaga jarak, mengenakan masker, dan pembatasan perjalanan. Studi tersebut menyimpulkan bahwa kemungkinan ketiga inilah yang memiliki dampak paling signifikan.  

Studi tersebut mengamati 30 negara Eropa hingga 31 Juli, setelah gelombang pertama, sebelum gelombang kedua virus corona menyerang. Rata-rata, tumbuh 28 persen setiap hari pada awal pandemi, bertambah dua kali lipat setiap 2,5 hari. Dari kematian pertama, data mengungkapkan, dibutuhkan rata-rata 37 hari untuk mencapai puncak kurva pertumbuhan epidemi.

"Hubungan kuat antara kematian Covid-19 dan waktu lockdown menyiratkan bahwa hanya sebagian kecil penduduk Eropa yang terpapar infeksi pada gelombang pertama," kata para peneliti. 

Analisis matematis menunjukkan bahwa, di negara-negara yang melaporkan lebih sedikit kematian, Covid-19 mereka tumbuh dan menurun pada tingkat yang sama dengan negara-negara yang memiliki jumlah kematian lebih besar. Namun, wabah mereka diakhiri lebih cepat.

"Akibatnya, epidemi yang lebih pendek adalah epidemi yang lebih kecil," kata para peneliti.

Dalam penelitian itu yang selesai pada September 2020 lalu itu juga memperkirakan wabah Covid-19 lebih lanjut akan terus mengancam sejumlah besar orang yang rentan di seluruh Eropa.

Mereka menyimpulkan, lockdown memiliki efektivitas yang jelas, dan mendapat hukuman jika tidak melakukannya. "Kami menggarisbawahi dilema utama yang dihadapi negara-negara Eropa, bagaimana mempertahankan efek menguntungkan dari jarak fisik tanpa melakukan lockdown penuh," kata para peneliti.

DAILY MAIL | ECDC | ROYAL SOCIETY OPEN SCIENCE

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


PM Yunani Sebut Masalah Patung Parthenon Tak Akan Rusak Hubungan dengan Inggris

12 jam lalu

PM Yunani Sebut Masalah Patung Parthenon Tak Akan Rusak Hubungan dengan Inggris

PM Yunani memastikan perebutan Patung Parthenon tidak akan merusak hubungan dengan Inggris dalam jangka panjang.


Menlu Retno dan OKI Jajaki Kunjungan ke AS untuk Selesaikan Krisis Gaza

2 hari lalu

Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi berjabat tangan dengan Menlu Palestina Riyad Al-Maliki, disaksikan antara lain Menlu Retno Marsudi sebelum sesi foto di Diaoyutai State Guesthouse di Beijing, 20 November 2023. REUTERS/Florence Lo/Poo
Menlu Retno dan OKI Jajaki Kunjungan ke AS untuk Selesaikan Krisis Gaza

Menlu Retno bersama OKI telah mengunjungi semua negara anggota permanen DK PBB, kecuali Amerika Serikat.


Gara-gara Patung, PM Inggris Batalkan Pertemuan dengan Yunani

2 hari lalu

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak meninggalkan 10 Downing Street untuk menghadiri Pertanyaan Perdana Menteri di Gedung Parlemen di London, Inggris, 18 Oktober 2023. REUTERS/Clodagh Kilcoyne
Gara-gara Patung, PM Inggris Batalkan Pertemuan dengan Yunani

Inggris dan Yunani berselisih soal status Patung Parthenon. Karena patung itu, PM Inggris Rishi Sunak membatalkan pertemuan dengan PM Yunani.


Inggris Laporkan Virus Mirip Flu Babi Terdeteksi pada Manusia

2 hari lalu

Daging babi yang dijual di sebuah pasar di Bangkok, Thailand, 11 Januari 2022. Pihak berwenang Thailand mengatakan bahwa mendeteksi kasus pertama flu babi Afrika pada 11 Januari 2022 di sebuah rumah potong di provinsi Nakhon Pathom. REUTERS/Chalinee Thirasupa
Inggris Laporkan Virus Mirip Flu Babi Terdeteksi pada Manusia

Inggris telah mendeteksi kasus pertama virus flu pada manusia yang serupa dengan virus flu babi.


Lonjakan Penyakit Pernapasan Cina Tidak Setinggi Masa Pra-Pandemik Covid-19

3 hari lalu

Seorang pria yang membawa seorang anak duduk di luar rumah sakit anak-anak di Beijing, Cina, 27 November 2023. REUTERS/Tingshu Wang
Lonjakan Penyakit Pernapasan Cina Tidak Setinggi Masa Pra-Pandemik Covid-19

Sehubungan lonjakan penyakit pernapasan, WHO menegaskan tidak ada patogen baru atau tidak biasa yang ditemukan dalam kasus-kasus baru-baru ini.


Menhub Jajaki Peluang Kerja Sama Transportasi dengan Inggris hingga Arab Saudi

6 hari lalu

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat ditemui setelah rapat kerja bersama anggota Komisi V DPR di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, pada Selasa, 7 Oktober 2023. TEMPO/ Moh Khory Alfarizi
Menhub Jajaki Peluang Kerja Sama Transportasi dengan Inggris hingga Arab Saudi

Menhub melakukan perjalanan dinas ke Uni Emirat Arab, Inggris, dan Arab Saudi dari 24 November hingga 3 Desember 2023.


Tentang Peningkatan Penyakit Pernapasan, Cina: Tidak Ditemukan Patogen Aneh

6 hari lalu

Ilustrasi WHO.  REUTERS/Dado Ruvic
Tentang Peningkatan Penyakit Pernapasan, Cina: Tidak Ditemukan Patogen Aneh

Data menunjukkan peningkatan penyakit pernapasan ini terkait dengan pencabutan pembatasan Covid-19 serta peredaran patogen yang biasa menyerang anak.


10 Negara dengan Militer Terkuat di Eropa 2023, Inggris Jadi Jawara

7 hari lalu

Rekrutan militer Ukraina mengambil posisi saat simulasi perang perkotaan, ketika dilatih oleh tentara Inggris dan Lituania, di sebuah pangkalan militer di tenggara Inggris, 24 Februari 2023. REUTERS/Henry Nicholls
10 Negara dengan Militer Terkuat di Eropa 2023, Inggris Jadi Jawara

Daftar negara dengan militer terkuat di Eropa 2023, yaitu Inggris, Prancis, Italia, Ukraina


WHO Minta Cina Beri Informasi Mengenai Wabah Penyakit Pernapasan

7 hari lalu

Ilustrasi WHO.  REUTERS/Dado Ruvic
WHO Minta Cina Beri Informasi Mengenai Wabah Penyakit Pernapasan

WHO mengatakan ada laporan peningkatan kejadian penyakit pernafasan di negara tersebut.


Kampanye Perubahan Iklim BLACKPINK dapat Penghargaan MBE Kerajaan Inggris

7 hari lalu

BLACKPINK mendapat penghargaan MBE dari Raja Charles III. Instagram.com/theroyalfamily
Kampanye Perubahan Iklim BLACKPINK dapat Penghargaan MBE Kerajaan Inggris

Raja Charles III terinspirasi semangat BLACKPINK sebagai generasi muda yang membawa isu-isu penting