Rully menjelaskan, rilis atau lepas liar dua ekor harimau di hutan itu dilakukan pada 27 November 2020. Kedua harimau, yakni Putra Singgulung dan Putri Singgulung, dibebaskan dari kandangnya di kawasan hutan Suaka Margasatwa Tarusan Arau Hilir, sejauh tujuh kilometer dari permukiman.
Menurut Rully, lokasi itu sudah memenuhi syarat sebagai lokasi pelepasliaran harimau sumatera. Awalnya, pelepasliaran akan dilakukan di Suaka Margasatwa Bukit Barisan, tidak jauh dari lokasi ditangkapnya dua harimau kakak-beradik karena diduga berasal dari induk yang sama itu.
"Tapi, ternyata di lokasi itu, berdasarkan pantauan, ada harimau jantan dewasa maka kami pindahkan ke Suaka Margasatwa Tarusan Arau Hilir," kata Rully menuturkan.
Pencocokan identitas di kandang perangkap di Jorong Rawang Gadang menunjukkan si belang adalah Putri Singgulung, harimau yang betina di antara kakak-beradik itu. Sedang yang ditangkap di Jorong Lurah Ingu hari ini (Senin), sekalipun sama jantan, belum dipastikan sebagai Putra Singgulung. "Ada kemungkinan harimau itu satwa dari TNKS," ujar Kartika.
Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) berada di ladang warga di Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek, Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Kamis, 3 Desember 2020. Petugas BKSDA Sumbar bersama tim dokter hewan Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PR-HSD) melakukan penghalauan dan upaya penangkapan sejumlah harimau Sumatera yang dilaporkan masuk ke ladang warga di daerah itu. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Kedua Harimau Sumatera bersaudara itu sebelumnya telah dititip-rawat selama kurang lebih lima bulan di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya yang dikelola Yayasan Arsari Djojohadikusumo kerjasama dengan BKSDA Sumatera Barat. Putri Singgulung mulai direhabilitasi sejak 14 Juni 2020 dan Putra Singgulung sejak 29 Juni 2020--juga setelah konflik dengan penduduk.
Baca juga:
Detik-detik Harimau Sumatera Sambangi Rumah Warga, Untung Tak Melompat
Mengenai kenapa Putri Singgulung tidak takut dengan manusia sebelum ditangkap, Kartika mengatakan hal itu karena perubahan sifat. "Sifatnya berbeda, saat direhabilitasi dengan di hutan. Perubahan sifat seperti itu kita tidak bisa prediksi karena harimau itu berada di alam tidak disekat dengan kandang," ucapnya.