2. Kelebihan dan Kekurangan Versus Tes PCR
Sampel lalu dicampur dengan larutan yang berfungsi memecah virus dan membuat protein spesifiknya terlepas. Campuran larutan dan sampel lalu diteteskan ke atas kertas berisi antibodi yang telah didesain akan mengikatkan diri ke protein-protein itu--jika ada di sana. Hasil tes positif bisa dideteksi dari ikatan yang terbentuk yang biasa ditandai dengan kemunculan warna fluoresens ataupun pita gelap pada kertas.
Tapi kecepatan mengorbankan sensitivitas. Kalau tes PCR dapat mendeteksi satu molekul RNA dalam setiap mikroliter larutan, tes antigen butuh satu sampel mengandung ribuan, bahkan puluhan ribu, partikel virus per mikroliter larutan untuk bisa menyatakan hasil positif. Jadi, jika seseorang memiliki virus dalam jumlah sedikit dalam tubuhnya, hasil tes negatif yang diberikan bisa saja palsu.
Baca juga:
Pemerintah Borong dan Sebar 3.000 Unit Rapid Test Antigen Bikinan Unpad
Sebagai ilustrasi, ketika digunakan pada sampel dari orang-orang yang sudah terkonfirmasi positif menggunakan tes PCR, alat tes antigen bisa sesuai 95-100 persen jika sampel diambil dalam seminggu sejak gejala muncul. Tapi jika sampel diambil lebih dari seminggu, hasil positif yang diberikan turun ke 75 persen. Itu sebabnya deteksi antigen bisa memberi hasil negatif palsu tapi cukup bisa digunakan untuk identifikasi masa puncak infeksi, yakni ketika konsentrasi virus dalam tubuh seseorang sedang tinggi.
Selama ini, beberapa orang yang terkonfirmasi positif terinfeksi Covid-19 melalui tes PCR diketahui tidak lagi mampu menularkan virusnya kepada orang lain. Jadi, tes antigen dianggap bisa menggeser fokus untuk mengidentifikasi orang-orang yang mampu menulari yang lain (infectious).
3. Ayam dan Rapid Test Antigen ala Unpad
Di Indonesia, alat deteksi antigen Covid-19 dikembangkan oleh tim peneliti Pusat Riset Bioteknologi Molekular dan Bioinformatika Universitas Padjadjaran (Unpad). Dinamai CePAD, sebanyak 3.000 unit alat ini terkini disebar pemerintah melalui Kementerian Ristek/BRIN untuk digunakan di RS Hasan Sadikin Bandung dan RS Pendidikan Unpad.
Sekretaris Pusat Riset Bioteknologi Molekular dan Bioinformatika Unpad, Muhammad Yusuf, pernah menerangkan versi pertama dari prototipe CePAD mampu mendeteksi virus yang ada dalam sampel swab maksimal 20 menit dengan menunjukkan dua garis merah dalam alat tes.
Baca juga:
Menristek Ungkap Penyempurnaan yang Harus Dilakukan GeNose UGM
Teknologi kunci dari alat deteksi itu adalah biosensor yang bertugas mendeteksi sampel protein SARS-CoV-2. Biosensor tersebut dicetak dalam kertas mikroselulosa, kertas dengan ukuran pori yang khusus. Sampel swab dari pasien lalu diteteskan pada alat rapid test.