TEMPO.CO, Jakarta - Godaan liburan Natal dan Tahun Baru tampaknya tak kuasa dihindari sebagian masyarakat. Terlebih setelah 'dikorbankannya' libur cuti bersama lebaran lalu. Situasi ini tercermin dari naiknya volume penumpang di bandara maupun stasiun serta pengguna sejumlah jalan tol meski sudah ada imbauan liburan di rumah saja demi mencegah penyebaran Covid-19.
Situasi itu tak lepas dari perhatian Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam. Dia mengingatkan bahwa jumlah kasus harian Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 6-7 ribu. Melihat pengalaman beberapa libur panjang yang lalu, Ari menjelaskan, setelah masa liburan saat inipun bisa terjadi peningkatan kasus infeksi.
Baca juga:
Pakar di UI dan Unair Bicara Virus Corona Supercovid, Adakah di Indonesia?
“Misalnya setelah libur Idul Fitri atau Hari Kemerdekaan, itu peningkatannya 50 persen. Ini terjadi karena ketika bergerak keluar rumah, masyarakat masih tidak menjalankan protokol kesehatan,” ujar dia saat dihubungi, Rabu, 23 Desember 2020.
Guru Besar bidang ilmu penyakit dalam itu memperingatkan kepada masyarakat yang ingin melakukan liburan, harus benar-benar menerapkan protokol kesehatan. Karena, Ari berujar, "Risikonya ada pada diri sendiri dan orang lain di sekitar."
Dia menyarankan agar menghindari makan bersama dan kerumunan, serta tetap memakai masker dan rajin mencuci tangan. Dia menyatakan, larangan tidak boleh ada pesta harus ditegakkan. “Kecuali kalau suami, istri, dan anak tidak apa-apa. Kalau bisa sih jangan ada keluarga lain," katanya.
Guru Besar Biologi Molekuler dari Universitas Airlangga, Chairul Anwar Nidom, juga memperingkatkan yang sama. Menurutnya, disiplin menerapkan protokol kesehatan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M), serta testing, tracing, dan treatment (3T) menjadi kunci.
“Hal itu bisa memperkecil peluang penularan. Bahkan kalau bisa tinggal di rumah saja, tidak kemana-mana itu untuk lebih memperkecil lagi,” kata Nidom.
Nidom yang juga memimpin Profesor Nidom Foundation ini menyarankan sebaiknya bisa diseragamkan kebijakan di berbagai wilayah, termasuk perlakuannya. Di Bali, Nidom melanjutkan, sudah menerapkan uji PCR dan antigen, sementara daerah lain hanya antigen.
Dia juga memberi catatan pada kewajiban rapid test bagi mereka yang sudah memiliki atau membeli tiket. Jika hasil tes menunjukkan reaktif atau positif Covid-19, tentu itu sangat merugikan si pemilik tiket. "Tes seharusnya dilakukan sebelum calon penumpang membeli tiket dan di luar bandara dan lainnya," katanya.