Tahun lalu, PT Len Industri juga mengerjakan pemasangan 194 stasiun monitoring gempa bumi BMKG. Namun, konfigurasi dan pendekatan pengerjaan stasiun miniregional monitoring gempa bumi yang digarap tahun ini berbeda, dan diklaim lebih andal.
“Tahun ini menggunakan sistem posthole seismometer, dimana seismometer akan dimasukan ke dalam lubang. Hal ini untuk mengurangi environment noise terhadap data sehingga dapat melakukan improvement kualitas data,” kata Yudhistira.
Baca juga:
UGM Bangun Peringatan Dini Gempa, Klaim Bisa Deteksi 3 Hari Sebelumnya
Stasiun miniregional yang dibangun PT Len Indsustri juga bisa beroperasi mandiri. Pasokan dayanya, misalnya, mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) produksi PT Len Industri.
Sedang untuk seismometer yang digunakan masih berupa produk seismo-hardware dari Amerika Serikat. “Len membeli barang dari principal. Transfer knowledge saat ini masih sebatas penggunaan dan konfigurasi, tapi tidak tertutup kemungkinan ke depan akan ada ToT (Transfer of Technology),” kata dia.
PT Len Industri menggarap integrasi sistem stasiun miniregional gempa bumi, sekaligus menjamin ketersediaan data dengan spesifikasi kualitas data di atas 90 persen. Penempatan seismometer, Yudhistira menerangkan, berpengaruh dalam mendapatkan kualitas data seperti yang dipersyaratkan. Suhu dan kelembapan ruangan juga berpengaruh karena sangat sensitif.
BMKG meresmikan bangunan sensor seismograf di Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kamis 19 November 2020. (ANTARA/HO-BMKG)
PT Len Industri mengerjakan pemasangan 194 stasiun monitoring gempa bumi yang tersebar di seluruh Indonesia pada 2019. Tahun ini PT Len Industri kembali menggarap 39 stasiun miniregional monitoring gempa bumi milik BMKG. Saat ini BMKG sudah memiliki 411 unit seismograf yang tersebar di seluruh Indonesia.
Baca juga:
BMKG Sebut Prediksi Gempa UGM Ibarat Tes Covid-19 Hanya Ukur Suhu
Penambahan stasiun pemantau gempa bumi tersebut sekaligus untuk mendukung sistem peringatan dini tsunami Indonesia atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang menggabungkan data seismik, data GPS, data Buoy, dan data Tide Gauge. Data seismik menjadi ujung tombak pemantauan dini tsunami untuk mendeteksi potensi tsunami dalam waktu 4-5 menit setelah kejadian gempa bumi.