TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengapresiasi dua alat pendeteksi virus corona Covid-19, yaitu GeNose dan Rapid Test Antigen CePAD. Menurutnya, keduanya termasuk dalam alat screening yang berbeda dan lebih baik dibandingkan yang sudah beredar.
“Kami bangga dapat mengenalkan dua alat inovasi anak bangsa ini. Ini termasuk alat screening, deteksi cepat, atau rapid test Covid-19,” ujar dia dalam konferensi pers virtual Perkembangan GeNose dan Rapid Test Antigen CePAD, Senin, 28 Desember 2020.
Baca:
Menristek Curhat Produk Inovasi Ventilator Ditolak di Dalam Negeri
Wakil Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menjelaskan, kedua alat tersebut sangat diperlukan untuk memperkuat sistem surveilans, yaitu tracing, testing, treatment (3T), dan menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak (3M). Karena, menurutnya, Indonesia memerlukan kemandirian dalam melakukan langkah tersebut, khususnya screening.
Bambang juga menjelaskan secara singkat masing-masing dari alat tersebut. Berikut detailnya:
1. GeNose
“GeNose atau kependekan dari Gadjah Maha Electronic Nose. Sesuai namanya jelas dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dan mendeteksi Covid-19 melalui napas yang dihembuskan oleh pasien. Cara kerjanya invasif,” tutur Bambang.
Cara kerja GeNose adalah pasien cukup mengembuskan napas ke dalam plastik atau balon dengan meniupkannya. Napas tersebut kemudian akan dimasukkan ke dalam beberapa unit sensor yang sudah dipasang dan dioperasikan dengan pendekatan kecerdasan buatan (AI).
Kemudian, AI akan mendeteksi partikel spesifik pengidap Covid-19 yang dikeluarkan pasien. “Yang dideteksi bukan virusnya, tapi senyawa yang secara spesifik berbeda yang dikeluarkan orang pengidap Covid-19,” tutur Bambang yang juga seorang ekonom. “AI akan melakukan analisa dan memberikan hasil screening-nya.”
GeNose ini sudah mendapatkan izin edar pada 24 Desember 2020 dari Kementerian Kesehatan. Artinya, Bambang berujar, alat tersebut mulai saat ini bisa diproduksi massal dan didistribusikan untuk kepentingan masyarakat.
Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu juga mengaku sudah mencoba GeNose beberapa waktu lalu dan hasilnya bisa keluar cepat, hanya 2,5 menit saja. “Ini tidak melebihin 5 menit,” ujar dia.
Intinya, Bambang menambahkan, GeNose bisa dianggap akurat, cepat dan buatan lokal. “Sekali lagi kami sangat apresiasi. Karena beda dengan kebanyakan rapid test, ini bukti hilirisasi inovasi alat kesehatan, karena ini yang dibutuhkan saat ini. Kita berharap ini bisa menghemat anggaran belanja. Mempercepat proses deteksi, dan membangun kepercayaan publik,” tutur Bambang.
2. Rapid Test Antigen CePAD
Sementara, Bambang menjelaskan Rapid Test Antigen CePAD ini merupakan garapan Universitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung. “Ini merupakan test kit antigen untuk menyaring dalam kegiatan 3T, menyaring siapa yang terinfeksi dan tidak, sehingga memutus rantai penyebaran. Alat ini sangat dibutuhkan untuk tempat mobilitas tinggi,” kata dia.
Rapid Test Antigen CePAD dapat mendeteksi keberadaan antigen virus melalui metode swab. Bambang juga sempat menjajalkan ketika dia berkunjung ke Bandung. Menurutnya, keberadaan alat ini bisa mengurangi impor alat tes antigen.
Bambang berujar, pengembangan alat tersebut berasal dari bahan lokal. Keunggulannya, kata dia, harganya lebih murah dari tes PCR, hasil cepat sekitar 15 menit, dan tingkat akurasi tinggi yang dilihat dari efektivitas dan sensivitias.
“Alat ini sudah direkomendasikan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) dan perhimpunan patologi klinis Indonesia. Sudah digunakan juga di beberapa rumah sakit, dan dilengkapi dengan Trace Portal CePAd,” tutur Bambang.
Rapid Test Antigen CePAD ini dibanderol seharga Rp 120 ribu per alat atau per satu kali tes. Bambang berharap keberadaan alat ini bisa membantu menekan kasus penularan melalui kegiatan survailens, dengan testing, dan sudah terkonek dengan sistem digital.
“Maka tracing bisa dilakukan, bisa dilengkapi dengan gelang untuk OTG, dan sudah diakui internasional. Ini akan memudahkan treatment dan perjalanan manusia karena sudah terkonek,” ujar Bambang.