TEMPO.CO, Bandung - Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eko Budi Lelono mengatakan Gunung Merapi dalam pantauan ketat.
Baca:
Dalam Sepekan, Volume Kubah Lava Gunung Merapi Berlipat Jadi 85 Ribu Meter Kubik
“Kalau di Merapi, laporan terakhir itu tinggi, aktivitasnya tinggi, baik gempanya maupun data-data lainnya, tinggi stabil. Mudah-mudahan setelah mengeluarkan guguran lava dan hembusan awan panas, ini harapannya menurun aktivitasnya sehingga lebih mudah penanganannya,” kata dia, dalam konferensi pers daring, Rabu, 20 Januari 2021.
Eko mengatakan perkembangan aktivitas Gunung Merapi belum bisa disimpulkan. “Kami mengamati terus secara ketat selama 24 jam, apa yang dialami kami ikuti terus dari jam ke jam. Apakah potensinya nanti akan lebih meningkat atau turun, memang sejauh ini belum bisa diprediksi,” kata dia.
Eko mengatakan, aktivitas Gunung Merapi relatif tinggi dengan menghasilkan letusan dan guguran awan panas. “Kejadiannya mulai dari awal tahun ini. Sudah ada erupsi efusi tanggal 4 dan 7 Januari, tanggal 14 dan 16 Januari ada awan panas guguran di sana, dan meluncur jaraknya makin jauh, sekitar 1 kilometer ke arah barat daya,” kata dia.
Guguran awan panas masih terjadi pada 17 Januari 2021 dengan jarak luncuran 500 meter. Guguran awan panas juga terjadi esoknya. “Dan 18 Januari kemarin, Senin kemarin ada awan panas meluncur di pagi hari sekitar 1.000 meter, juga ada (letusan) eksplosif tekanan tinggi dengan kolom (abu) 50 meter ke arah barat daya,” kata Eko.
Lembaganya terus berkoordinasi dengan BNPB dan pemerintah daerah setempat untuk mengantisipasi kondisi terburuk dari aktivitas Gunung Merapi.
"Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal 5 kilometer. Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau sejauh maksimal 3 kilometer dari puncak," kata Eko.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida mengatakan data aktivitas Gunung Merapi menunjukkan penurunan. “Data untuk kegempaannya, internal, dalam artisan vulkanik dangkal ini menurun, dan deformasi saat ini sudah flat, sudah tidak ada deformasi lagi. Namun demikian yang perlu kita perhatikan saat ini adalah gempa gugurannya,” kata dia, Rabu, 20 Januari 2021.
Hanik mengatakan, indikator gempa guguran itu terus dipantau. “Sekarang mulai gempa guguran terus meningkat, dan juga awan panas, dan juga guguran lava pijar. Ini yang terus menjadi indikator atau perkembangan yang terus kita pantau,” kata dia.
Badan Geologi menaikkan status aktivitas Gunung Merapi menjadi Siaga (Level 3) sejak 5 November 2020 dengan ancaman letusan bersifat eksplosif dengan potensi bahaya dipatok dalam radius 5 kilometer dari puncak gunung tersebut. Mulai 4 Januari 2021 terjadi erupsi bersifat efusif dengan ditandai api diam dan guguran lava pijar.
Bersamaan dengan letusan efusif tersebut, aktivitas internal Gunung Merapi relatif menurun, tapi masih menyimpan potensi bahaya luncuran awan panas dan guguran lava sejauh 5 kilometer barat daya, dan potensi eksplosif dengan material lontaran maksimal sejauh 3 kilometer.
AHMAD FIKRI