TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengumumkan efikasi atau tingkat kemanjuran atau khasiat vaksin Covid-19 Sinovac yang diuji klinis di Bandung, Jawa Barat. Efikasi vaksin Covid-19 yang dikembangkan Sinovac Biotech dari Cina tersebut dinyatakan sebesar 65,3 persen.
Baca:
Moderna Selidiki Kemungkinan Reaksi Alergi Vaksin Covid-19
Yella Hewings-Martin, Ph.D dari University College London menjelaskan bahwa efikasi atau kemanjuran vaksin Covid-19 adalah persentase penurunan suatu penyakit pada sekelompok orang yang menerima vaksinasi dalam uji klinis. Ini berbeda dari efektivitas vaksin Covid-19, yang mengukur seberapa baik vaksin bekerja ketika diberikan kepada orang-orang di komunitas di luar uji klinis.
Semua vaksin baru menjalani uji klinis untuk menguji seberapa baik kerjanya. Pengembang calon vaksin biasanya menentukan tujuan utama uji coba mereka dalam protokol studi uji klinis.
Sasaran ini disebut titik akhir primer. Untuk banyak vaksin Covid-19 eksperimental yang saat ini sedang dikembangkan, titik akhir utamanya berfokus pada pencegahan kasus baru gejala Covid-19.
Ilmuwan dapat menghitung seberapa baik kandidat vaksin bekerja dengan melihat perbedaan kasus baru penyakit antara kelompok yang menerima plasebo dan kelompok yang menerima vaksin eksperimental.
Ini disebut kemanjuran vaksin. Misalnya, Pfizer/BioNTech melaporkan kemanjuran 95 persen untuk vaksin Covid-19. Ini berarti 95 persen penurunan kasus baru penyakit pada kelompok vaksin dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Efikasi vs Efektivitas
Relawan yang ikut serta dalam uji klinis vaksin sering menjalani pemantauan ketat. Tim uji coba biasanya mengetahui kesehatan umum peserta dan kondisi kesehatan apa pun yang relevan.
Peserta biasanya melaporkan efek samping apa pun dan dapat mengisi buku harian pemantauan gejala harian.
Banyak uji klinis memiliki kriteria eksklusi seperti kehamilan, kondisi kesehatan tertentu, dan usia. Percobaan yang melibatkan vaksin eksperimental jarang melibatkan anak-anak atau manula sampai para ilmuwan mengumpulkan sejumlah besar data keamanan untuk melindungi kelompok-kelompok ini dari potensi bahaya.
Kemanjuran vaksin hanya memberikan informasi tentang seberapa baik suatu vaksin bekerja dalam kondisi uji klinis. Para ilmuwan biasanya mendasarkannya pada faktor-faktor yang dapat mereka ukur, seperti jumlah kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di laboratorium.
Tetapi kondisi ideal sebuah uji klinis tidak selalu mencerminkan apa yang terjadi di dunia nyata di luar uji klinis.
Efektivitas vaksin memberi tahu kita seberapa baik vaksin bekerja dalam kondisi dunia nyata begitu orang di luar uji klinis menerima vaksin.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja vaksin di luar uji klinis. Salah satunya adalah kesehatan mereka yang menerima vaksin. Kondisi kesehatan yang mendasari dapat mempengaruhi efektivitas vaksin.
Faktor lainnya adalah bagaimana patogen penyebab penyakit berubah seiring waktu. Patogen adalah agen biologis yang menyebabkan penyakit pada inangnya. Sebutan lain dari patogen adalah mikroorganisme parasit.
Virus penyebab flu rentan terhadap mutasi yang membuat vaksin menjadi kurang efektif. Pengembang vaksin memperbarui vaksinasi flu setiap tahun untuk mencoba mencapai kecocokan yang baik dengan jenis flu musiman yang paling umum.
Mengapa Efikasi dan Efektivitas Penting?
Sangat sedikit vaksin yang 100 persen efektif. Tetapi banyak vaksin rutin memiliki tingkat efektivitas yang sangat tinggi.
Misalnya, vaksin MMR efektif hingga 97 persen melawan campak dan 88 persen efektif melawan gondongan, dan sekitar 97 persen efektif melawan rubella. Vaksinasi flu tahunan memiliki efektivitas 40–60 persen.
Beberapa orang mungkin tidak mengembangkan perlindungan penuh meskipun telah menerima vaksin. Orang lain tidak bisa mendapatkan vaksin tertentu. Bisa jadi karena mereka alergi terhadap komponen dalam vaksin atau karena masalah kesehatan lain, seperti minum obat penekan kekebalan.
Sementara efektivitas vaksin dapat memberi tahu para ilmuwan seberapa besar hal itu dapat mengurangi kasus baru pada mereka yang memiliki vaksin, para ilmuwan juga dapat menggunakan ini untuk mengetahui berapa banyak orang yang perlu memiliki vaksin untuk mencapai kekebalan kelompok.
Kekebalan kelompok berarti cukup banyak orang yang terlindungi dari penyakit untuk memperlambat atau menghentikan penyebaran patogen. Ini berarti bahwa orang yang belum pernah mendapatkan vaksin Covid-19 atau tidak bisa mendapatkan vaksin menerima perlindungan tidak langsung.
Sumber: MEDICAL NEWS TODAY