Dia mengaku memiliki sedikit harapan ketika di malam tahun baru beberapa kota melakukan penjagaan ketat. Polisi dan tentara turun ke jalan menjaga masyarakat agar tidak berkumpul dan efektif.
Sayang, Ari mempertanyakan, kenapa kondisi penjagaan yang ketat tidak terus dipertahankan terutama pada malam. “Ini kan tujuannya agar kita bisa mengurangi kasus dulu, rem dan gas harus benar-benar diterapkan,” ujar dia.
2. Istilah berganti-ganti membingungkan
Mengenai istilah PSBB atau PPKM saat ini, dia tidak ingin berandai-andai. Tapi memang dari awal istilah lockdown atau karantina wilayah seperti tabu untuk dijalankan di Indonesia. Dia juga tidak ingin membandingkannya dengan negara lain.
“Tetapi kita bisa melihat bahwa beberapa negara, sebut saja Australia atau Cina sudah berhasil mengendalikan pandemi ini,” kata lulusan master biologi molekuler dari University of Queensland, Australia, itu.
Secara umum, dia menyebutkan, peningkatan jumlah kasus harian juga semakin turun di belahan negara lain. Ari juga mengingat istilah-istilah yang diganti seperti OTG, ODP dan PDP yang berganti menjadi suspek, kontak erat dan konfirmasi.
3. Penegakan hukum yang lemah
Berbeda dengan negara lain, Ari melihat penegakan hukum di Indonesia masih lemah. Memang beberapa media kadang kala meliput penegakan hukum yang dilakukan untuk para pelanggar protokol kesehatan. Namun, memang tampaknya penegakan hukum tidak dilakukan secara masif dan konsisten.
Baca juga:
Dokter dan Epidemiolog Ngeri Lonjakan Kasus Covid-19 Pasca Demo Omnibus
“Sedihnya pelanggar protokol Kesehatan dilakukan oleh para tokoh politik atau tokoh masyarakat yang harusnya menjadi health influencer malah sebaliknya. Memberi contoh yang tidak baik kepada masyarakat,” katanya menambahkan.