TEMPO.CO, Washington - Kandidat vaksin Covid-19 Johnson & Johnson secara keseluruhan memiliki efektivitas 66 persen dalam mencegah Covid-19 tingkat sedang hingga parah, 28 hari setelah vaksinasi, demikian diumumkan perusahaan tersebut pada Jumat, 29 Januari 2021.
Baca:
Berita Terkini Vaksinasi Covid-19, Negara Miskin Baru Bagikan 55 Dosis
Hasil itu didasarkan pada studi ENSEMBLE Tahap 3 yang melibatkan hampir 44.000 partisipan. Studi tersebut, yang dirancang untuk mengevaluasi keefektifan dan keamanan kandidat vaksin dalam melindungi kasus Covid-19 sedang hingga parah, dilakukan di Amerika Serikat (AS), Amerika Latin dan Afrika Selatan.
Tingkat perlindungan terhadap infeksi Covid-19 sedang hingga parah tercatat sebesar 72 persen di AS, 66 persen di Amerika Latin dan 57 persen di Afrika Selatan, 28 hari pascavaksinasi, menurut perusahaan tersebut.
Perusahaan itu mengungkapkan pihaknya akan mengajukan permohonan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS untuk otorisasi penggunaan darurat guna mendistribusikan vaksin tersebut.
Kandidat vaksin itu 85 persen efektif dalam mencegah penyakit parah di semua wilayah yang diteliti, 28 hari setelah vaksinasi diberikan kepada seluruh orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih, papar perusahaan tersebut. Efektivitas terhadap penyakit parah meningkat seiring waktu tanpa adanya laporan kasus pada partisipan yang divaksinasi setelah hari ke-49.
"Hasil-hasil luar biasa yang ditunjukkan oleh kandidat vaksin Covid-19 suntikan tunggal ini mewakili momen yang menjanjikan. Potensi untuk secara signifikan mengurangi beban penyakit parah, dengan menyediakan vaksin yang efektif dan dapat ditoleransi dengan baik hanya dengan satu imunisasi, merupakan komponen penting dari respons kesehatan masyarakat global," ujar Paul Stoffels, Wakil Kepala Komite Eksekutif sekaligus Chief Scientific Officer di Johnson & Johnson.
Hasil studi ENSEMBLE itu meliputi keefektifan terhadap galur (strain) baru coronavirus, termasuk beberapa varian sangat menular yang terdeteksi di AS, Amerika Latin dan Afrika Selatan, ungkap perusahaan tersebut.
Pada Desember lalu, FDA memberikan otorisasi terhadap dua vaksin Covid-19 untuk penggunaan darurat di AS, satu dikembangkan oleh produsen obat AS Moderna, sementara yang lainnya dikembangkan oleh produsen obat AS lainnya, Pfizer, dalam kemitraan dengan perusahaan Jerman BioNTech.
Berbeda dengan vaksin dari Moderna dan Pfizer yang memerlukan dua suntikan dengan jeda pemberian beberapa pekan, vaksin Johnson & Johnson diberikan sebagai suntikan tunggal. Selain itu, vaksin Johnson & Johnson tidak memerlukan penyimpanan ultradingin.
Hingga Jumat sore, AS telah mencatat lebih dari 25,86 juta kasus Covid-19 dengan lebih dari 435.000 kematian, menurut data real-time yang dikumpulkan oleh Universitas Johns Hopkins.
XINHUA | ANTARA