TEMPO.CO, Jakarta - Hujan meteor Alpha Centaurid yang bisa diamati di Indonesia sedang berlangsung sejak 31 Januari hingga 20 Februari 2021. Menurut astronom dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Taufiq Hidayat, lesatan hujan meteor tidak membahayakan manusia. “Kecuali meteor sporadis yang tidak berasal dari hujan meteor,” ujarnya Selasa malam, 2 Fabruari 2021.
Baca:
Heboh Dentuman Keras di Buleleng Bali Diduga Meteor Meledak di Udara
Taufiq mengatakan, hujan meteor berasal dari debu, es, atau gumpalan yang merupakan sisa jejak komet di angkasa. Ketika jalur orbit komet itu bertemu dengan lintasan orbit Bumi, sisa material itu bergesekan dengan atmosfer Bumi hingga muncul lesatan seperti kembang api. “Hujan meteor punya jejak di langit biasanya malam,” kata mantan Direktur Observatorium Bosscha itu.
Hujan meteor dalam semalam misalnya bisa muncul berkali-kali, namun lesatannya tampak singkat. Waktu hujan meteor bisa diperkirakan, begitu pula arah kemunculannya yang merujuk pada suatu rasi bintang tertentu sebagai petunjuk bagi pengamat di Bumi. Karena hujan meteor berupa debu antariksa yang bergesekan dengan atmosfer, material itu akan hancur di angkasa. “Batuan komet itu berpori banyak sehingga mudah hancur,” ujarnya.
Lain halnya dengan meteor sporadis. Materialnya berupa bongkahan batu padat dan biasanya mengandung unsur logam. “Lebih tidak terprediksi, bisa datang kapan saja,” kata Taufiq. Meteorid atau meteor yang sampai di bumi itu berharga karena dapat memberikan informasi ilmiah dan bisa ditelusuri dari mana sumbernya.
Selain itu, jenis meteorid yang sangat berharga itu jika mengandung besi tergolong langka. Batu meteorid seperti itu berasal dari bagian inti planet, seperti di Bumi yang intinya adalah besi. “Batuan besi itu sempat berproses menjadi cikal bakal planet tapi ditabrak benda di dekatnya,” kata dia. Pecahannya berserakan di luar angkasa.
Sebelumnya dilaporkan ada temuan batu meteor yang jatuh di Kampung Astomulyo, Dusun 5, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, pada Kamis, 28 Januari 2021. Dosen Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan Institut Teknologi Sumatera Robiatul Muztaba memastikan batu itu sebagai meteorid karena mengandung unsur logam.
ANWAR SISWADI