TEMPO.CO, Bandung - Indonesia berencana membangun dan mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) pada 2027-2028 mendatang. Pembangkit tenaga nuklir jenis baru ini, sekalipun belum ada yang beroperasi komersil di dunia, digadang-gadang mampu menghasilkan listrik dengan biaya lebih murah dan emisi karbon lebin rendah daripada PLTU dan batubara-nya.
PLTT dengan reaktor generasi keempatnya yang ditawarkan dibangun di Indonesia, reaktor larutan garam, juga diyakini lebih aman daripada PLTN dengan uranium dan reaktor air tekanan tingginya. Kesediaan bahan bakarnya, thorium, di Indonesia juga dianggap melimpah di beberapa daerah di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Dosen dan peneliti Andri Slamet Subandrio dari program studi Teknik Geologi di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) membenarkan thorium sedang jadi sorotan sebagai bahan alternatif tenaga nuklir pengganti uranium. Beberapa faktornya seperti limbah uranium yang masih mengandung radioaktif puluhan hingga ratusan tahun.
Citra buruk PLTN bertambah dari serangkaian kasus seperti Chernobyl di Rusia hingga yang paling baru yaitu bencana reaktor Fukushima di Jepang setelah dihantam gempa dan tsunami pada 2011. “Sejak itu thorium mulai populer,” ujar anggota Kelompok Keahlian Petrologi, Vulkanologi, dan Geokimia ITB itu, Kamis 28 Januari 2021.
Andri menerangkan, thorium merupakan unsur kimia logam dalam tabel periodik yang memiliki lambang Th dengan nomor atom 90. Tergolong mineral radioaktif, nomor isotop radioaktifnya ada dua, yakni 230 dan 232.
Memburu Energi Besar Thorium
Berbeda dari mineral lain seperti emas, air raksa, atau perak yang bisa berdiri sendiri sebagai logam, thorium harus mengandung oksigen, dan elemen lain yang membentuk mineral bersama fosfat (P) untuk menjadi monazit (Ce, La, Nd, Th)PO4. “Jadi monazit itu terdiri dari beberapa mineral unsur logam tanah jarang, dan thorium termasuk di dalamnya,” katanya.
Baca juga:
Penelitian di Australia: Ikan di Laut Bernyanyi Seperti Burung di Hutan
Monazit yang dikenal juga sebagai mineral aksesoris, terkandung di dalam batu granit bersama mineral lain seperti plagioklas, K-feldspar, dan kuarsa. Menurut Andri, kandungan monazit dalam batuan granit sangat kecil, yaitu hanya sekitar 1 persen. “Diameter paling besarnya antara 1-2 milimeter,” ujarnya.