TEMPO.CO, Bandung - Retakan yang terjadi menandakan amblesan yang terjadi di badan jalan tol Cipali (Cikopo-Palimanan) Kilometer 122 diakibatkan gerakan tanah lambat. Retakan terjadi pada badan jalan sepanjang 20 meter dengan kedalaman satu meter pada jalur arah Jakarta.
Analisis ini diberikan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Andiani. "Jenis gerakan tanah berupa nendatan lambat atau rayapan yang ditandai dengan retakan pada badan jalan," katanya lewat keterangan tertulis, Selasa, 9 Februari 2021.
Baca juga:
BMKG: Waspada Curah Hujan Tinggi dan Potensi Banjir Awal Februari
Andiani mengungkap berdasarkan laporan BPBD Purwakarta bahwa ambles terjadi pada Selasa, sekitar pukul 03.00 WIB. Lokasinya berada di daerah landai di bantaran Sungai Cipunagara, dengan kemiringan lereng kurang dari 20 derajat. Lokasi itu, menurutnya, termasuk wilayah dengan potensi gerakan tanah rendah.
"Pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah kecuali pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai dan gawir, atau jika lereng itu mengalami gangguan," kata Andini menjelaskan.
Andini menduga sejumlah penyebab amblesnya badan jalan tol Cipali di KM 122 tersebut. Diantaranya adalah curah hujan tinggi yang memicu gerakan tanah, tapi kemiringan lereng yang tidak terlalu curam menyebabkan gerakan tanah relatif lambat.
Kemungkinan, dia menambahkan, ada faktor material timbunan kurang padu atau mudah tererosi pula. Selain pengaruh dari erosi air permukaan di kaki lereng mengingat lokasi berada tak jauh dari sungai besar.
Badan Geologi, kata Andini, merekomendasikan perbaikan jalan yang retak dan amblas itu sesegera mungkin. "Segera menutup retakan dan dipadatkan agar air tidak meresap ke dalam yang dapat mempercepat pergerakan," katanya.
Yang juga harus dilakukan adalah mengarahkan aliran air permukaan agar menjauhi area retakan dan memperkuat lereng di tepian badan jalan. Tujuannya, mengurangi laju erosi dan meningkatkan kestabilan lereng. "Lokasi yang ambles tersebut juga harus terus dipantau selama pengerjaan perbaikan," katanya.
Ahli dan peneliti longsor dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adrin Tohari, secara terpisah, menyesalkan terjadi apa yang disebutnya sebagai kegagalan konstruksi tersebut. Seharusnya, menurut dia, faktor-faktor yang bisa menyebabkan kegagalan konstruksi itu sudah bisa diketahui dari penyelidikan geologi dan geoteknik yang komprehensif.
"Perlu langkah antisipasi saat menjumpai lapisan tanah yang mudah melunak ketika terkena air hujan," kata dia merujuk kepada tipe badan jalan tersebut yang berupa timbunan.
Sebelumnya, jalanTol Cipali KM 122+400 ambles setelah curah hujan tinggi mengguyur wilayah Jawa Barat, Selasa dinihari. Kondisi tersebut menyebabkan jalan tidak dapat dilalui oleh kendaraan sehingga pengelola tol melakukan penutupan sementara.