TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar dari Universitas Airlangga, Chairul Anwar Nidom, mengaku mendukung pengembangan Vaksin Nusantara AntiCovid-19 sebagai sebuah inovasi. Dia berharap, jika ada teori-teori yang tidak sesuai dalam pengembangan vaksin oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bersama timnya tersebut, hal itu bisa didiskusikan secara terbuka.
“Karena baik vaksin Covid-19 yang sudah ada dan disuntikkan dan Vaksin Nusantara sama-sama memberikan kepastian, atau sebaliknya,” ujar dia saat dihubungi Senin sore, 22 Februari 2021.
Nidom yang juga profesor di Fakultas Kedokteran Hewan Unair menerangkan, menghadapi virus zoonosis Covid-19 harus siap dengan paradigma atau teori baru. Menurutnya, pandemi ini yang menentukan tingkat fatalitasnya adalah komorbid, bukan virusnya yang pada dasarnya tidak ganas.
“Kita dihadapkan dengan teori baru tentang timbulnya suatu penyakit yaitu dari One Disease-One Pathogen ke teori One Disease-One Pathobiome—kumpulan kuman yang menyebabkan satu penyakit,” kata dia menerangkan.
Ketua tim Laboratorium Professor Nidom Foundation (PNF) itu juga mengingatkan, meskipun suatu kelaziman bahwa terhadap penyakit yang disebabkan virus digunakan intervensi vaksin, tapi tidak semua virus bisa diatasi dengan vaksinasi. Dia juga mempertanyakan apakah program vaksinasi yang dilaksanakan saat ini menjamin hilangnya pandemi.
Apalagi, Nidom berujar, program vaksinasi hanya membicarakan target suntikan, bukan timbulnya antibodi yang bisa menetralisir virus, dan diharapkan terbentuknya herd immunity.
Baca juga:
Mantan Menkes Terawan Bikin Bikin Vaksin Nusantara, Ini Kata BPOM
Adapun Vaksin Nusantara, diterangkannya, merupakan inisiatif dari teknologi vaksin terhadap kanker. Jadi, Nidom mengatakan, sifatnya individu atau personal dengan menggunakan sel dendritik.