Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

SpiroNose Dihentikan Belanda, Apa Kata Pembuat GeNose UGM?

image-gnews
Seorang pria mendemonstrasikan cara kerja alat pendeteksi Covid-19 SpiroNose di di Amsterdam, Belanda, 1 Februari 2021. Belanda dalam beberapa bulan mendatang akan menggunakan alat yang cara kerjanya mirip dengan GeNose C19 dari Indonesia. REUTERS/Piroschka van de Wouw
Seorang pria mendemonstrasikan cara kerja alat pendeteksi Covid-19 SpiroNose di di Amsterdam, Belanda, 1 Februari 2021. Belanda dalam beberapa bulan mendatang akan menggunakan alat yang cara kerjanya mirip dengan GeNose C19 dari Indonesia. REUTERS/Piroschka van de Wouw
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Pembuat alat deteksi Covid-19 GeNose C19 dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ikut berkomentar setelah Pemerintah Belanda menghentikan penggunaan SpiroNose, alat deteksi Covid-19 berdasar hembusan napas karena mendapati kinerja alat itu tak akurat.

Baca:
Berita Terkini Gempa: Labuha di Halmahera Selatan juga Terguncang IV MMI

Peneliti yang juga tim penemu GeNose, Dian Kesumapramudya Nurputra memastikan, bahwa GeNose, meski sama-sama mendeteksi Covid-19 berbasis hembusan napas, namun sistem kerjanya jauh berbeda dan akan lebih akurat dibanding SpiroNose.

Seorang wanita meniup kantong plastik saat mengambil sampel udaranya untuk tes Covid-19 menggunakan GeNose C19 di sebuah stasiun kereta di Jakarta, Rabu, 3 Februari 2021. Alat buatan Indonesia ini mulai digunakan untuk screening penumpang kereta jarak jauh. REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana

“Saat melihat dan membaca desain SpiroNose Belanda di laman daring resminya. Kami telah memperkirakan bahwa akan terjadi masalah akurasi. Kekurangan disain itu telah kami mitigasi sejak awal kami mendesain sistem untuk GeNose,” ujar Dian kepada Tempo, Jumat, 26 Februari 2021.

Dian menjelaskan, perbedaan mendasar pertama yang membuat GeNose lebih unggul dibanding SpiroNose terletak pada caranya dalam menangkap materi Volatile Organic Compound (VOC) dari hembusan napas secara stabil.

Materi VOC yang keluar bersama napas pasien ini sebagai dasar untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak.

Pada sistem kerja SpiroNose yang desainnya berbentuk mirip tabung, metode pengambilan hembusan napasnya, menurut Dian, menerapkan sistem direct sensing atau membaca hembusan napas secara langsung, layaknya alat spirometri yang biasa dipakai untuk mendiagnosis asma.

Dengan sistem direct sensing itu, SpiroNose mengandalkan semburan napas pasien secara langsung menuju tempat sensor yang ditanamkan.
“Semburan langsung pada sensor SpiroNose ini yang mungkin membuat alat itu akhirnya tidak akurat mengindera karakter VOC penanda keberadaan virus,” ujar dosen Fakultas Kedokteran UGM itu.

Dian mengatakan intensitas semburan napas yang dulu mereka teliti ternyata mempengaruhi akurasi pembacaan sensor atas keberadaan VOC. Alasannya, sebab semburan napas tiap orang berbeda, ada yang keras, kalem, juga pelan.

“Pembacaan VOC oleh sensor itu hanya akan akurat jika diperoleh dari gas yang dialirkan secara stabil dan teratur, makanya pada GeNose sampel napas menggunakan kantung plastik (sampling bag) sebelum dianalisis sistem,” ujarnya.

Pada GeNose, sampel napas pada kantung plastik itulah yang perlahan disedot melalui pompa mesin dengan tarikan yang sudah distandarisasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“SpiroNose tidak memiliki sistem seperti GeNose ini karena di situ orang langsung menyemburkan napas pada sensor alat itu untuk dideteksi. Hasil investigasi kami dulu di awal-awal pembuatan desain GeNose menunjukkan sistem demikian tidak akan akurat,” ujar Dian.

Pembacaan sampel semburan napas pada SpiroNose tidak akurat, ujar Dian, karena karakter kekuatan napas tiap orang berbeda. Ada yang lemah dan kuat. "Dan paparan VOC dengan kecepatan berbeda akan membuat pembacaan konsentrasi oleh sensor akan berbeda juga," katanya.

Kestabilan pembacaan mesin GeNose sendiri saat ini sudah cukup mapan. Saat ini tim pengembang tinggal memperkaya database sampel dan menganalisis faktor determinan agar kecerdasan buatan yang menjadi otak mesin GeNose itu semakin independen dan jeli menginterpretasi hasil pembacaan sampel.

“Yang terpenting dalam membuat database itu kan harus ada alat ukur dan alat baca stabil. SpiroNose tampaknya belum cukup stabil karena bila melihat desainnya, sistemnya mungkin membaca semburan atau kekuatan napas pasien yang bervariasi secara langsung," ujarnya.

Semburan udara yang terlalu kuat langsung kepada sensor kadang kala membuat VOC terlalu cepat melintas sehingga tidak terbaca dengan baik oleh sensor, sementara semburan terlalu lemah berakibat pada sedikitnya VOC yang keluar.

"Untuk menghindari variabilitas itulah, GeNose menerapkan sistem kantung untuk menampung nafasnya” ujarnya.

Tak hanya pengisapan napas yang konstan yang menjadi keunggulan GeNose sehingga lebih akurat dibanding SpiroNose. Dengan sistem kantung, GeNose bisa menghindari terjadinya cross infection antara orang dengan alat, karena tidak ada kontak langsung.

Individu yang diperiksa hanya kontak dengan kantong, sementara kontak antara kantong dan mesin diproteksi juga melalui HME filter yang dapat menyaring virus atau bakteri agar tidak masuk ke dalam mesin. "Sehingga hanya VOC saja yang masuk ke mesin yang dihisap secara stabil dan konstan," imbuh Dian.

Di samping itu, dari sisi sensor GeNose juga lebih kaya dari SpiroNose. GeNose memakai 10 jenis sensor dan Spironose hanya 7 sensor. “Soal sensor yang dipakai GeNose dan detail teknisnya, tunggu paper-nya saja dipublikasikan nanti,” ujar Dian.

PRIBADI WICAKSONO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Uji Coba Nyamuk Wolbachia di 5 Kota, Kemenkes Gelontorkan Rp 16 Miliar

1 jam lalu

Masa dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan Kementrian Kesehatan RI, Kuningan, Jakarta, Selasa, 28 November 2023. Dalam aksinya masa menolak program Kemenkes RI soal penyebaran jutaan nyamuk Wolbachia yang dianggap menyebabkan Demam Berdarah Dengue dan merusak ekosistem karena belum terbukti keberhasilanya. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Uji Coba Nyamuk Wolbachia di 5 Kota, Kemenkes Gelontorkan Rp 16 Miliar

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggelontorkan dana senilai Rp 16 miliar untuk uji coba inovasi nyamuk wolbachia.


Guru Besar UGM: Nyamuk Wolbachia Efektif Ketika Capai 60 Persen Populasi

2 jam lalu

Masa dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan Kementrian Kesehatan RI, Kuningan, Jakarta, Selasa, 28 November 2023. Dalam aksinya masa menolak program Kemenkes RI soal penyebaran jutaan nyamuk Wolbachia yang dianggap menyebabkan Demam Berdarah Dengue dan merusak ekosistem karena belum terbukti keberhasilanya. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Guru Besar UGM: Nyamuk Wolbachia Efektif Ketika Capai 60 Persen Populasi

Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Adi Utarini mengemukakan inovasi nyamuk wolbachia efektif menekan replikasi virus dengue.


Top 3 Tekno Berita Hari Ini: UGM Akan Kirim Mahasiswa KKN Pantau Pemilu, Sosok Yulion

1 hari lalu

Ilustrasi Universitas Gadjah Mada (UGM). Shutterstock
Top 3 Tekno Berita Hari Ini: UGM Akan Kirim Mahasiswa KKN Pantau Pemilu, Sosok Yulion

Topik tentang UGM akan mengirimkan mahasiswa program KKN untuk memantau pemilu mendatang menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.


Lonjakan Penyakit Pernapasan Cina Tidak Setinggi Masa Pra-Pandemik Covid-19

1 hari lalu

Seorang pria yang membawa seorang anak duduk di luar rumah sakit anak-anak di Beijing, Cina, 27 November 2023. REUTERS/Tingshu Wang
Lonjakan Penyakit Pernapasan Cina Tidak Setinggi Masa Pra-Pandemik Covid-19

Sehubungan lonjakan penyakit pernapasan, WHO menegaskan tidak ada patogen baru atau tidak biasa yang ditemukan dalam kasus-kasus baru-baru ini.


Apa Dampak Gigitan Nyamuk Wolbachia kepada Manusia?

1 hari lalu

Pengamatan sampel nyamuk Aedes aegipty ber-Wolbachia di Laboratorium WMP Yogyakarta. Riset ini dipimpin Profesor Adi Utarini dari UGM yang terpilih menjadi satu di antara 100 orang paling berpengaruh 2021 versi Majalah Time. Dok Tim WMP
Apa Dampak Gigitan Nyamuk Wolbachia kepada Manusia?

Dampak gigitan nyamuk wolbachia, di antaranya gatal dan bentol


Dog-dog dan Angklung Tandai Pembukaan Pimnas 36 di Unpad, Karya Poster Awali Lomba

1 hari lalu

Pembukaan Pimnas 2023 yang ke-36 di Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Senin, 27 November 2023. (Dok. Unpad)
Dog-dog dan Angklung Tandai Pembukaan Pimnas 36 di Unpad, Karya Poster Awali Lomba

Kompetisi berlangsung di kampus Universitas Padjadjaran atua Unpad, Jatinangor, Sumedang sejak 26 hingga 30 November 2023.


UGM akan Kirim Mahasiswa KKN untuk Pantau Pemilu 2024

2 hari lalu

Ilustrasi Universitas Gadjah Mada (UGM). Shutterstock
UGM akan Kirim Mahasiswa KKN untuk Pantau Pemilu 2024

Sebagai bentuk partisipasi dalam menyukseskan pemilu 2024, UGM akan mengirimkan mahasiswa KKN untuk memantau pemilu


Rencana Penyebaran Nyamuk Wolbachia di Jakarta Dapat Penolakan

2 hari lalu

Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia mengadakan konferensi pers menolak adanya wacana penyebaran nyamuk terinfeksi bakteri Wolbachia di Jakarta. Konferensi dilakukan di bilangan Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Ahad, 26 November 2023. Foto: TEMPO/Muhammad Iqbal
Rencana Penyebaran Nyamuk Wolbachia di Jakarta Dapat Penolakan

Sekelompok orang mengatasnamakan Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia menentang program nyamuk wolbachia di Jakarta


Cerita Aulia, Mahasiswa Disabilitas Netra UGM yang Menyutradarai Film Pendek

2 hari lalu

Aulia Rachmi Kurnia, mahasiswa disabilitas UGM yang sabet dua juara kejurda catur. Dok. UGM
Cerita Aulia, Mahasiswa Disabilitas Netra UGM yang Menyutradarai Film Pendek

Meski seorang disabilitas netra, Aulia berhasil menyutradarai sebuah film pendek berjudul Masih Tanda Tanya.


Bill Gates: AI Tak Gantikan Manusia Tapi Sebabkan 3 Hari Kerja Sepekan

2 hari lalu

Pendiri Microsoft Bill Gates bereaksi selama kunjungan dengan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dari Imperial College University, di London, Inggris, 15 Februari 2023. Justin Tallis / Pool via REUTERS
Bill Gates: AI Tak Gantikan Manusia Tapi Sebabkan 3 Hari Kerja Sepekan

AI mungkin tidak menggantikan manusia, tetapi memungkinkan 3 hari kerja dalam seminggu: Bill Gates