TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro meminta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) fokus pada tiga hal yang bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat. Yang pertama, kata menristek, adalah pengembangan sumber daya perikanan, kehutanan, dan pertanian.
"Kedua, mitigasi bencana khususnya hidrometeorologi dan ketiga, mengenai tata ruang wilayah,” ujar dia dalam kunjungan kerja ke Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh dan Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN, Jumat 5 Maret 2021.
Fokus pertama, Bambang menjelaskan, yang menarik bukanlah roket melainkan data zona penangkapan ikan. Menurutnya, meskipun terdengar simpel, tapi kegunaannya sangat besar khususnya bagi nelayan di Indonesia terutama mereka yang bukan termasuk perusahaan.
Menurutnya, data zona perikanan juga bisa dimanfaatkan untuk memahami bagaimana risiko yang dihadapi nelayan. Misalnya, perubahan iklim yang membuat munculnya gelombang tinggi, yang peringatannya juga kerap disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
“Ini pentingnya teknologi LAPAN, kalau bisa ya tingkat akurasi satelitnya dipertajam. Tentu pihak LAPAN bisa bernegosiasi dengan provider, tapi yang penting adalah analisa yang disebarkan sebagai zona penangkapan ikan,” kata Bambang.
Di bidang kehutanan, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu melanjutkan, isunya bukan hanya terkait dengan bencananya saja. Namun, ada potensi lain yaitu melihat bagaimana kondisi hutan di Indonesia.
Menurutnya, cara terbaik untuk melihat kondisi hutan adalah dengan melihat dari atas. LAPAN diharapkan bisa memberikan analisa yang akurat. “Ini bisa menjadi bahan untuk pengambilan kebijakan apakah harus benar-benar mencegah deforestasi atau seperti apa.”
Sementara di bidang pertanian, menristek menerangkan, saat dirinya menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, diminta untuk menjadi penengah antara Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait data produktivitas pertanian di Indonesia. Saat itu data dari kedua lembaga tersebut memiliki hitungan berbeda.
Menurut Bambang, BPS tidak mungkin menghitung padi melalui pendekatan sensus. Sementara, jika dengan survei yang menggunakan sampling, risikonya bisa salah. Hitungan BPS adalah luas lahan dikali produktivitas per hektare, yang seharusnya tidak berbeda dengan Kementan.
“Tapi yang berbeda adalah luas lahannya. Karena Kementan menggunakan pendekatan administratif,” katanya.
Solusinya adalah melihat melalui satelit oleh LAPAN, supaya tahu mana yang benar-benar sawah. Jika ada sawah baru pun, disebutnya, harus dibuktikan lebih dulu, sehingga jika ada yang baru datanya bisa ditambahkan. Begitu juga jika ada yang berkurang.
Baca juga:
Resmikan Lab Satelit, Menristek Minta LAPAN Sampai ke Antariksa
“Intinya apa yang dilakukan LAPAN sangat bermanfaat di sektor perikanan, kehutanan, termasuk pertanian,” kata Menristek Bambang.