TEMPO.CO, Bandung - Pasokan reagen dari pemerintah habis, sehingga membuat laboratorium penguji harus mengadakan sendiri zat pereaksi kimia itu. Akibatnya, pemeriksaan Covid-19 dengan metode tes PCR di laboratorium kini harus berbayar dan jumlah sampel yang diperiksa merosot drastis.
Baca:
Kasus Positif Covid-19 Balikpapan Jadi 33 dari Ratusan, PPKM Dianggap Efektif
Di Laboratorium Bio Safety Level-2 Universitas Padjadjaran (Unpad) di Bandung misalnya, persediaan reagen dari pemerintah habis pada 28 Februari 2021. Setelah itu Unpad membeli sendiri bahan reagen.
“Kami beli reagen sendiri atau mandiri jadi pemeriksaan dikenai biaya,” kata Hesti Lina Wiraswati, peneliti di laboratorium BSL-2 Unpad, Senin, 8 Maret 2021.
Harga pemeriksaan sampel tes PCR di laboratorium BSL-2 Unpad itu kini Rp 650 ribu. Menurut Hesti, biaya itu lebih murah dari harga maksimal patokan pemerintah sebesar Rp 900 ribu. “Jadi sekarang dengan kondisi reagen tidak ada kita pakai reagen sendiri jadi bisa lebih murah,” ujarnya.
Bahan reagen merupakan zat pereaksi kimia yang dibutuhkan untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dari pengambilan sampel pada orang secara tes usap atau swab test. Ketika memakai reagen dari pemerintah, kata Hesti, pihaknya memeriksa sekitar 5.00-1.000 sampel per hari.
Sampel itu berasal dari pasien, tenaga kesehatan, pegawai negeri sipil, dan warga yang punya riwayat kontak dengan pasien Covid-19 dan hasil penelusuran petugas. Layanan pemeriksaan itu gratis. Kini karena harus bayar, jumlah sampel yang diperiksa merosot drastis. “Sekarang pemeriksaan mandiri hanya sekitar 10-20 orang saja sudah bagus,” ujar Hesti.
Merosotnya jumlah sampel pemeriksaan dengan reagen mandiri itu, menurutnya, bisa berdampak panjang. Sebab ada tanggungan laboratorium juga untuk membiayai sumber daya manusia petugasnya. Hesti menduga kondisi serupa terjadi di semua laboratorium pemeriksaan sampel Covid-19.
Menurutnya, kekosongan reagen ini terkait dengan pengalihan tanggung jawab dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ke Kementerian Kesehatan. Hesti berharap kekosongan reagen dari pemerintah ini tidak berlangsung lama.
ANWAR SISWADI