TEMPO.CO, Bandung - Manajer tim riset vaksin Sinovac dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Eddy Fadlayana mengatakan masyarakat jangan terlalu memikirkan soal mutasi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Alasannya karena mutasi virus jamak terjadi dan vaksin yang ada dinyatakan masih sanggup melawan Covid-19.
Baca:
Australia Yakin Akan Vaksin AstraZeneca Meski Dikaitkan Penggumpalan Darah
“Jadi sekarang enggak usah mikir dulu apakah vaksin masih efektif, yang penting masyarakat divaksinasi dulu untuk mendapat kekebalan,” katanya, Ahad 14 Maret 2021.
Menurutnya, mutasi virus SARS-CoV-2 hanya sebagian-sebagian kecil dan mayoritas masih sensitif dengan vaksin Covid-19. “Vaksin masih bisa mencegah penyebaran virus,” ujarnya.
Perlu waktu bagi peneliti untuk mengetahui dampak mutasi virus pada keampuhan vaksin. Sebelumnya diberitakan Lembaga Eijkman menyatakan ada 48 jenis virus mutasi SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 di Indonesia sejak 2020.
Jika hasil riset membuktikan banyak mutasi virus yang membuat vaksin tidak efektif digunakan, kata Eddy, maka vaksin perlu diganti. Dokter spesialis anak itu mencontohkan vaksin influenza yang dimutakhirkan setiap tahun.
Penggantiannya berdasarkan data virus yang dikumpulkan dalam setahun oleh ahli dan peneliti. “Tapi sekarang belum ada keputusan ke situ, pakai (vaksin) yang ada saja dulu yang ada,” kata dia.
Eddy mengatakan ada beberapa kondisi untuk penggantian atau pemutakhiran sebuah vaksin, yaitu kalau mutasi virusnya banyak, penyebarannya sangat luas, dan tidak efektif dengan vaksin. Beberapa mutasi virus SARS-CoV-2 seperti varian B117 dan G614, kata dia, penyebarannya luas tapi tidak atau kurang mematikan.
Kelak para ahli dan peneliti yang akan mendata strain virus mana yang dianggap berbahaya dan cakupan penyebarannya di dunia untuk kebutuhan vaksin anyar. “Tidak semua misalnya 40 mutasi dibikin 40 jenis vaksin, dicari yang urgent saja,” katanya.
ANWAR SISWADI