TEMPO.CO, Bandung - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkap enam sebab korupsi dan kaitannya dengan poligami koruptor. Penyebab korupsi itu dikutipnya dari Gone Theory yang dikemukakan Jack Bologne. “Terus saya lihat fakta empirisnya,” kata dia saat memberikan kuliah umum di Universitas Padjadjaran yang disiarkan secara daring, Rabu 17 Maret 2021.
Sebab pertama korupsi, menurut Firli, yaitu keserakahan. Para koruptor tidak ada yang kekurangan karena rumah, mobil, berjumlah lebih dari satu. “Bahkan istrinya pun tidak satu, ini empiris. Kalau pun punya istri satu, pacarnya lebih dari satu,” ujarnya.
Baca juga:
Heboh Vaksin AstraZeneca dan Penggumpalan Darah di Eropa, Ini Kronologisnya
Faktor itu terhubung dengan sebab lain yaitu kebutuhan gaya hidup. Menurut Firli, sekecil apapun pendapatan penyelenggara negara, itu sudah sangat cukup untuk kebutuhan hidup. Namun pendapatannya tidak cukup untuk gaya hidup.
“Seharusnya cukup kebutuhan dengan satu istri, tapi karena istrinya lebih dari satu maka bertambah kebutuhannya,” kata pimpinan KPK dari Polri yang juga pernah disorot karena gaya hidup mewahnya menumpang helikopter itu.
Sebab korupsi kedua, kata Firli, yaitu karena ada kesempatan yang erat kaitannya dengan kekuasaan. Selain itu ada faktor lain yang disebutnya paling bahaya yang disebutnua sebagai sebab ketiga. “Karena koruptor sadar hukumannya sangat rendah,” ujarnya.
Sebab lain, keempat, yaitu lemahnya sistem, bahkan ada sistem yang dibuat supaya orang bisa korupsi. Lalu, sebab kelima, Firli menyinggung soal gaji komisaris utama dan direksi yang bisa mencapai Rp 250 hingga 350 juta. “Padahal dari premi misalnya BPJS,” kata Firli.
Terakhir, dia menerangkan, penyebab korupsi yang keenam adalah karena kurangnya integritas. Dia yang pernah mendapat sanksi karena bertemu dengan pihak yang berperkara ini mencontohkan orang yang mendapat penghargaan antikorupsi pun bisa terjerat kasus korupsi.
Menurutnya selama 2020, KPK telah melakukan 111 penyelidikan, 91 penyidikan, 75 penuntutan, 92 keputusan inkracht, 108 eksekusi, dan menetapkan 109 orang tersangka. Pengembalian kerugian negara Rp 293,9 miliar, sementara pencegahan korupsinya yang berpotensi merugikan negara senilai Rp 592,4 triliun.
Baca juga:
Bandingkan dengan di Peternakan, Guru Besar Unair Kritik Kemenkes yang Larang Uji Antibodi Mandiri
Adapun pada 2021 sejauh ini, menurut Firli, ada 27 orang yang bisa jadi tersangka, sebanyak 5 orang diantaranya sudah ditahan KPK. “Berikutnya siapa lagi, minggu depan dan seterusnya ada yang akan ditahan,” katanya.