TEMPO.CO, Jakarta - Mars diyakini pernah menjadi planet yang basah, dengan banyak air di permukaannya. Namun, kondisinya berubah secara dramatis miliaran tahun yang lalu, meninggalkan lanskap yang dikenal saat ini.
Kandidat Ph.D dari California Institute of Technology, Amerika Serikat, Eva Scheller, menerangkan, sekitar 30-99 persen air itu sekarang mungkin terperangkap di dalam mineral dalam lapiran kerak Mars. Hasil studinya yang dipublikasikan di jurnal Science terbit Selasa, 16 Maret 2021 ini bertentangan dengan anggapan lama bahwa air hilang begitu saja ke luar angkasa melalui atmosfer.
“Air hilang 3 miliar tahun lalu, yang berarti Mars telah menjadi planet kering seperti sekarang ini selama 3 miliar tahun terakhir,” ujar dia seperti dikutip dari Reuters, Rabu, 17 Maret 2021.
Pada awal sejarahnya, Planet Merah itu mungkin memiliki air di permukaan dengan volume kira-kira setara dengan setengah dari Samudra Atlantik. Ini cukup untuk menutupi seluruh planet dengan air yang mungkin sedalam hampir satu mil (1,5 km).
Air terdiri dari molekul satu atom oksigen dan dua hidrogen. Jumlah isotop hidrogen, atau varian yang disebut deuterium yang ada di Mars memberikan beberapa petunjuk tentang hilangnya air. Tidak seperti kebanyakan hidrogen yang hanya memiliki satu proton di dalam inti atomnya, deuterium—atau hidrogen "berat”—menawarkan proton dan neutron.
Hidrogen biasa dapat lepas melalui atmosfer ke luar angkasa lebih mudah daripada deuterium. Kehilangan air melalui atmosfer, menurut para ilmuwan, akan meninggalkan jejak rasio deuterium yang sangat besar dibandingkan dengan hidrogen biasa.
Scheller dkk menggunakan model yang mensimulasikan komposisi isotop hidrogen dan volume air Mars. Menurut Scheller yang juga penulis utama studi yang didanai NASA itu, ada tiga proses utama dalam model ini: masukan air dari vulkanisme, kehilangan air ke ruang angkasa, dan kehilangan air ke kerak.
“Melalui model ini dan mencocokkannya dengan kumpulan data isotop hidrogen, kami bisa menghitung berapa banyak air yang hilang ke ruang angkasa dan kerak,” kata Scheller.
Para peneliti menduga bahwa banyak air tidak benar-benar meninggalkan planet Mars, melainkan terperangkap dalam berbagai mineral sebagai bagian dari struktur mineralnya—khususnya tanah liat dan sulfat.
Baca juga:
Oksigen di Bumi Bakal Menipis Semiliar Tahun Lagi, Kiamat bagi Banyak Organisme
Air yang terperangkap ini, meski tampak berlimpah jika diambil secara keseluruhan, mungkin tidak menyediakan sumber daya praktis untuk misi astronot ke Mars di masa mendatang. “Jumlah air di dalam batuan atau mineral sangat kecil. Anda harus memanaskan banyak batu untuk melepaskan air dalam jumlah yang cukup banyak,” kata Scheller.
REUTERS | SCIENCE