TEMPO.CO, Yogyakarta - Peneliti di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Emilya Nurjani, menyebut berbagai daerah di Indonesia juga memiliki peluang terdampak siklon tropis seperti yang saat ini melanda Nusa Tenggara Timur (NTT). "Wilayah Indonesia memiliki peluang terdampak siklon tropis dengan level bencana yang berbeda," katanya, Selasa 6 April 2021.
Emilya menerangkan, siklon tropis di perairan selatan Indonesia akan menimbulkan dampak yang lebih besar bagi daerah pesisir selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, dibandingkan pesisir timur Sumatera atau pesisir Kalimantan. Beda lagi dengan siklon tropis di utara Indonesia yang akan menimbulkan hujan lebih lebat di sekitar Sulawesi dan Kalimantan.
Baca juga:
Sebab Cuaca Ekstrem dan Banjir Bandang di NTT, Ini Kronologis dari Data Satelit
“Pengetahuan bencana sebaiknya disosialisasikan di seluruh daerah di Indonesia sesuai dengan potensi bahaya yang ada di daerah masing-masing,” kata pengajar di Fakultas Geografi ini.
Emilya juga menjelaskan, siklon tropis 99S yang terbentuk di sekitar Laut Sawu yang mengakibatkan cuaca ekstrem di NTT merupakan formasi dari sistem badai tropis yang besar dan berkembang di atas perairan hangat dekat wilayah ekuator. Pertumbuhan siklon disebutnya memang membutuhkan uap air hangat yang tersedia di wilayah 5-30 derajat di lintang utara dan lintang selatan bumi, serta efek Coriolis yang merupakan implikasi dari gerak rotasi Bumi pada sumbunya.
Lebih lanjut, Emilya menerangkan, pada kondisi siklon tropis kecepatan angin mencapai 64 knot atau 74 kilometer per jam. Dampak yang ditimbulkan berupa hujan lebat, angin kencang, serta gelombang tinggi atau storm surge. “Beberapa penelitian menyebutkan wilayah terdampak sampai 50 kilometer dari pusat siklon.”
Emilya mengungkapkan, peluang terbentuk siklon di Indonesia sebenarnya cukup kecil, karena suhu permukaan laut wilayah Indonesia cukup rendah dan efek Coriolis pun relatif kecil. Meski demikian dalam beberapa tahun terakhir siklon semakin sering terbentuk, terutama pada periode transisi dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya, kemarau ke musim hujan.
Wilayah perairan Nusa Tenggara Timur terkena dampak siklon tropis Mangkhut yang melanda wilayah utara Indonesia pada September 2018. Kredit: ANTARA Foto
Hal itu ditengarai terjadi akibat perubahan iklim yang meningkatkan suhu permukaan laut. “Di perairan selatan dan utara Indonesia cukup banyak siklon tropis terbentuk, dalam setahun bisa 5-8 siklon dengan kecepatan yang berbeda dan dampak yang berbeda,” katanya.
Sejak adanya Tropical Cyclone Warning Centre (TCWC), deteksi dini siklon menurut Emilya telah dilakukan dengan baik. Bibit siklon sudah dapat dideteksi menggunakan citra satelit ataupun radar. Arah pergerakan dan kecepatannya pun bisa dideteksi, sehingga bisa diperkirakan waktu serta kecepatan siklon tersebut tiba di daratan untuk sistem mitigasi.
Baca juga:
Ada Petir Saat Kebakaran Kilang Pertamina? Begini BMKG Peringatkan Peneliti Lain
Namun, meski prediksi siklon tropis bisa dilakukan, masih ditemukan kesulitan karena beberapa siklon tropid terkadang berbalik arah. Di samping itu, kesiapan mitigasi sendiri berbeda-beda di setiap daerah. “Perlu kerja sama yang lebih solid lagi antara BMKG yang punya early warning dan Pemda yang melaksanakan mitigasi di daerah masing-masing,” kata Emilya.