TEMPO.CO, Jakarta - Bayi kembar perempuan Hasna dan Husna yang berusia 8 bulan memasuki masa kritis. Ketua tim dokter pemisahan bayi kembar siam RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Dikki Drajat Kusmayadi, mengatakan masa kritis itu diperhitungkan selama dua hari setelah operasi pemisahan bayi kembar dempet itu pada Rabu, 7 April 2021. “Masih butuh pengawalan ketat karena masa kritis belum lewat,” katanya.
Baca:
Cara Tim Dokter RSHS Bandung Pisahkan Bayi Kembar Dempet Hasna-Husna
Menurut Dikki, bayi dalam kondisi stabil setelah operasi pemisahan selama 6,5 jam. Namun begitu, denyut nadi Hasna dan Husna masih tinggi, dan mereka mengalami demam. “Dipastikan bukan karena infeksi, tapi disebabkan oleh zat pirogen,” ujarnya Kamis. Zat itu menimbulkan panas tubuh akibat kerusakan jaringan yang cukup luas.
Dikki mengatakan, dokter sengaja merusak jaringan tubuh karena harus memisahkan keduanya. Bayi Oom Komariah, warga Soreang, Kabupaten Bandung, itu mengalami dempet di bagian toraks atau dada dan perut, juga lever atau hati serta selaput jantungnya. “Pemisahan hati merusak sel-sel yang dipisahkan, juga tulang dada yang dipotong,” kata Dikki.
Di meja operasi, dokter spesialis bergantian melakukan pembedahan. Ketika dinding dada bayi dipotong, rongga jantung terbuka. Dari situ tim dokter mengetahui ada kelainan yang tidak ditemukan dalam pemeriksaan sebelumnya. “Ketahuan ada selaput yang hanya satu pada kedua jantung bayi,” ujarnya.
Jaringan tubuh bayi juga mengalami kerusakan akibat sayatan kulit yang cukup luas oleh dokter bedah plastik, dan memisahkan kulit dari otot-otot di bawahnya. Sayatan luas itu, kata Dikki, agar kulit yang ditutup setelah pembedahan tidak ketat dan tidak tarik menarik di daerah luka. Tujuannya agar luka dari pembedahan bisa tertutup dan penyembuhannya cepat.
Kedua bayi kini dirawat di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSHS Bandung. Masing-masing dipasangi banyak selang, seperti dari mesin alat bantu pernapasan, selang untuk pembuluh darah, akses obat, nutrisi. Selang itu masuk lewat hidung, dada, dan kemaluan untuk pembuangan urine. “Kondisi itu membuat bayi tidak nyaman sehingga bisa meningkatkan denyut nadi dan anaknya gelisah,” kata Dikki.
Tim dokter berusaha agar bayi tenang dengan menidurkannya. Rencana perawatan lain, yaitu pemberian nutrisi secara intensif, dan mengawal agar tanda-tanda vitalnya tetap terjaga dan tidak mengalami perburukan kondisi. Selain itu bayi akan menjalani fisioterapi. “Dari terbiasa dempet itu belum bisa dilupakan posisi miring mereka, termasuk nanti fisioterapi paru-paru,” kata Dikki.
ANWAR SISWADI