TEMPO.CO, Jakarta - Bukan hanya desain Istana Negara terpilih yang disebutnya 'kurang pas' secara arsitektur. Penempatan gedung-gedung pendukung istana di bakal lokasi ibu kota baru RI di Kalimantan Timur pun dinilai dirancang secara acak-acakan.
”Bangunan pendukung itu tidak harus dalam satu bangunan dengan istana tapi sebuah rangkaian dalam kompleks yang terlihat menyatu,” kata Guru Besar Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB), Himasari Hanan, Jumat 9 April 2021.
Baca juga:
Ukuran Istana Negara Berbentuk Burung Garuda Karya Nyoman Nuarta
Himasari merujuk kepada rancangan bentuk berbeda antara bangunan istana dengan gedung-gedung pendukungnya. Menurutnya, sebagai mitra dan staf Presiden, hubungan kerja itu seharusnya tercermin pula dalam sistem antar bangunan.
Himasari menambahkan penilaiannya terhadap kriteria dan tujuan rancangan 12 lokasi Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur itu seperti kurang matang. Seharusnya, kata sang profesor dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB itu, sebelum perancangan dilakukan proses penjaringan masukan dari berbagai pihak hingga menjadi rumusan yang hebat.
Dia menyebut para pihak itu termasuk budayawan, insinyur, dan ahli lingkungan. Selanjutnya, arsitek yang akan menjawab dengan memberikan solusi dari tuntutan yang hebat itu. Yang terjadi saat ini, menurut Himasari, permintaan yang hebat itu tidak dirumuskan dengan baik hingga yang bicara akhirnya adalah selera.
"Selera suka atau enggak suka. Padahal bagus atau enggak itu kan relatif,” katanya sambil menambahkan, "Persoalan suka dan tidak suka itu yang memunculkan kontroversi."
Presiden Joko Widodo meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa 17 Desember 2019. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Himasari juga membandingkan desain itu dengan wujud istana negara di Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis. Apa yang ditunjukkan dalam desain karya seniman asal Bali, Nyoman Nuarta, dinilainya kurang pas secara arsitektur.
"Persoalannya bukan bentuk garudanya,” katanya. Tapi, figur-figur yang ditempelkan di bangunan istana agak mengganggu untuk arsitek. “Jadi bangunan itu seperti dikangkangi burung garuda, kan bangunan itu punya ekspresi sendiri apalagi istana,” ujar pengajar di Kelompok Keahlian Sejarah, Teori, dan Kritik Arsitektur tersebut.
Kritik dari Himasari berbeda dari yang pernah disampaikan lima kelompok asosiasi profesi Asosiasi Profesi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI), dan Ikatan Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota (IAP).
Tangkapan layar dari video pendek yang memperlihatkan visualisasi desain Garuda untuk Istana Negara di ibu kota baru. Video pendek tersebut berkembang viral belakangan melalui berbagai media sosial dan grup perpesanan instan. Foto: Istimewa
Menurut mereka, desain pemenang sayembara terbatas yang digelar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tersebut tidak merefleksikan kemajuan peradaban maupun ekonomi. Di samping itu, desain Istana Negara juga disebut tidak menjadi contoh bangunan yang secara teknis sudah mencirikan prinsip pembangunan rendah karbon sejak perancangan, konstruksi hingga pemeliharaannya.
Baca juga:
Desain Istana Negara Ibu Kota Baru, Guru Besar ITB: Kurang Pas
Nyoman Nuarta tsiap meelah menanggapi kritik itu dengan menyatakan siap menjelaskan desain Istana Negara di bakal ibu kota baru dengan patung besar burung garuda itu. “Katanya ada 5 asosiasi yang protes itu. Enggak usah lima, sepuluh (asosiasi protes) juga boleh,” katanya, Kamis 1 April 2021.