TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia, Meutia Hatta, mengatakan bahwa anak-anak yang lahir dari perkawinan poligami berpotensi kehilangan daya juang dalam meraih cita-cita mereka. Ini adalah fakta selain pasangan perempuan yang bakal menderita.
"Anak-anak juga menderita sehingga kehilangan daya juang dalam memenuhi cita-cita dan harapannya untuk maju," kata Meutia dalam diskusi ilmiah daring bertajuk 'Poligami di Tengah Perjuangan Mencapai Ketangguhan Keluarga, Masyarakat dan Bangsa' yang dipantau di Jakarta, Rabu 14 April 2021.
Menurut dia, prestasi anak-anak bisa terhalang rasa frustasi dan kecewa sehingga menghambat kemampuan mereka untuk maju. Bahkan ada yang sampai putus sekolah karena ketiadaan biaya akibat penghasilan ayahnya yang harus dibagi untuk memenuhi kebutuhan para istri dan anak-anak.
Itu sebabnya profesor antropologi yang juga putri dari Proklamator RI tersebut menyatakan menyesalkan adanya upaya mempopulerkan poligami yang didasarkan interpretasi budaya yang keliru mengenai makna ayat Alquran. "Jika poligami seperti ini terus dipopulerkan dan ditanggapi oleh masyarakat awam yang lengah terhadap bahaya praktik poligami, masalah bangsa akan semakin berat," kata dia.
Meutia juga menyoroti banyaknya ajakan poligami di media sosial dalam tiga tahun terakhir. Dia mencontohkan iklan poligami yang menggambarkan suksesnya seorang suami yang menjalankan poligami dengan empat istri dan 25 anak.
"Apakah suami itu ingat tanggal lahir tiap istrinya dan tanggal pernikahan dengan tiap istrinya? Apakah dia ingat tiap tanggal lahir dari 25 anak itu? Peristiwa-peristiwa tentang dirinya dengan setiap anak, apakah dia ingat?" katanya.
Aplikasi ayopoligami.com
Menurut Meutia, praktik poligami akan menghambat terbentuknya keluarga ideal dan harmonis yang berperan dalam mendidik anak-anak. Padahal, dia menambahkan, keluarga seperti itu yang merupakan landasan awal pembentukan karakter anak.
Dalam diskusi yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, menegaskan dampak praktik perkawinan poligami untuk perempuan. "Poligami menyebabkan perempuan mendapatkan kekerasan psikis atau jadi tertekan, salah satunya karena merasa tidak diperlakukan dengan adil," katanya.
Ia juga menambahkan tidak sedikit kasus poligami yang berakhir pada kekerasan secara fisik. Itu sebabnya Menteri Bintang berpesan perlu kesiapan, pemikiran matang dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan perkawinan poligami.
Senada Profesor Meutia, Menteri Bintang juga prihatin karena masih banyak narasi yang salah mengenai praktik poligami. Melihat banyaknya dampak buruk akibat praktik poligami, dia pun meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan konten ajakan poligami di media sosial. "Bukan malah dipromosikan apalagi diromantisasi," katanya.
Baca juga:
Kuliah Umum di Unpad, Ketua KPK Firli Bahuri Ungkap Fakta Korupsi dan Poligami