TEMPO.CO, Malang — Tim mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) jadi juara pertama kompetisi International Science Technology and Engineering Competition (ISTEC) 2021. Ini adalah kompetisi internasional bidang sains, teknik, dan teknologi antara pelajar dan mahasiswa dari seluruh dunia yang diselenggarakan Bandung Creative Society (BSC).
Diadakan secara online 2-4 April 2021, tim mahasiswa UMM beranggotakan Rifqi Alfareza Aryadi dan Evita Leninda Fahriza termasuk yang kemudian lolos seleksi. Total ada 100 tim dari 11 negara yang mendaftar pada awalnya. Pendaftar dari Indonesia sebanyak 78 tim dan 22 tim lagi dari negara lain.
Hasilnya, 43 tim dari 6 negara lolos seleksi. “Tim yang lolos seleksi dari Indonesia, Yaman, Meksiko, Brazil, dan Turki,” kata Rifqi saat dihubungi Tempo pada Senin sore, 19 April 2021.
Rifqi dan Evita mengajukan dalam kompetisi itu, sebuah rancangan desain alat inovasi teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) yang mereka namakan Sea Water Flow Power Plant. Prinsip yang dikembangkan pada aplikasi teknologi pemanfaatan energi dari laut adalah melalui konversi tenaga kinetik massa air laut menjadi tenaga listrik.
Rifqi menerangkan, dasar dari rancangan desain yang diajukan itu adalah perkembangan teknologi pemanfaatan energi arus laut sebagai energi terbarukan (renewable energy) kian berkembang pesat. Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia pun sangat kaya sumber energi arus lau.
Sayangnya, Rifqi menambahkan, pemanfaatannya sebagai energi baru terbarukan belum sepenuhnya diterapkan. Dia membandingkan dengan beberapa negara seperti Skotlandia, Swedia, Prancis, Norwegia, Inggris, Amerika Serikat, Irlandia Utara, Australia, Italia, dan Korea Selatan, yang disebutnya berhasil menerapkan pembangkit energi listrik dari energi arus dan pasang surut laut.
“Maka itu kami pilih PLTAL sebagai materi lomba. Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia seharusnya bisa sejajar dengan negara-negara itu,” ujar mahasiswa Teknik Mesin semester 4 asal Lampung Timur itu.
Di Indonesia, menurut Rifqi, kecepatan arus maupun pasang-surut di perairan pantai umumnya 4-12 meter per detik. Pada dasarnya, arus laut merupakan gerakan horizontal massa air laut. Dari gerakan itu muncul energi kinetik yang dapat dimanfaatkan sebagai tenaga penggerak rotor atau turbin pembangkit listrik.
"Selain itu, arus laut menarik untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik karena sifatnya yang relatif stabil, periodik, dan dapat diprediksi, baik pola maupun karakteristiknya," katanya menuturkan.
Bagian utama dari rancangannya adalah generator yang dihubungkan dengan turbin ulir atau Archimedes screw. Turbin ulir mempunyai prinsip kerja begini: air dari ujung atas mengalir masuk ke ruang di antara kisar sudu ulir (bucket) dan keluar dari ujung bawah, gaya berat air dan beda tekanan hidrostatik dalam bucket di sepanjang rotor mendorong sudu ulir dan memutar rotor pada sumbunya, kemudian rotor turbin memutar generator listrik yang disambungkan dengan ujung atas poros turbin ulir.
Rifqi mengatakan, turbin ulir dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan dibanding turbin lain, yaitu efisiensi tinggi, selain sederhana dan dapat diandalkan. Kelebihan lain tidak mengganggu ekosistem ikan, tetap bisa memutar turbin dan menghasilkan listrik walau dioperasikan dalam arus rendah, serta relatif mudah perawatannya.
Rancangan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut buatan Rifqi Alfareza Aryadi dan Evita Leninda Fahriza, tim mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Keduanya menjuarai kompetisi International Science Technology and Engineering Competition (ISTEC) 2021 yang diselenggarakan oleh Bandung Creative Society (BSC). DOK HUMAS UMM
“Kelebihan turbin Archimedes paling menonjol adalah walaupun dengan arus kecil ia masih dapat berputar. Ini dapat mengatasi beberapa kelemahan PLTAL, terutama kelemahann di arus laut yang lemah,” ujar Rifqi.
Dalam skala mikro, rancangan desain alat bisa menghasilkan daya listrik kurang-lebih 72 watt untuk rumah-rumah di pesisir. Berapa pun dayanya, bagi Rifqi dan Evita, PLTAL bisa jadi solusi alternatif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam negeri, khususnya mengatasi kekurangan pasokan listrik di kawasan pesisir.
Rifqi mengakui sulit mengembangkan rancangan PLTAL. Kendala terberat adalah menentukan rumus pengubahan energi kinetik menjadi listrik, serta kendala dalam pembuatan celah bilah bagian depan yang harus lebih besar dari pada bagian belakang. Hal ini dilakukan agar air bisa masuk ke seluruh bagian depan turbin.
Selebihnya, kedua mahasiswa UMM itu berharap bisa mengembangkan teknologi itu ke depannya sebagai alat jadi yang bisa membantu Perusahaan Listrik Negara dalam pengembangan energi terbarukan.
Baca juga:
Bor Lubang Persegi Karya Mahasiswa UMM, Bikin Instalasi Listrik Lebih Cepat
CATATAN:
Artikel ini telah diubah pada Selasa 20 April 2021, pukul 6.08 WIB, untuk mengganti gambar rancangan turbin pembangkit listrik seperti yang dimaksud tim perancangnya.