TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Kewilayahan (P2W) menggandeng Art Research Center Ritsumeikan University, Jepang, dan Balai Konservasi Borobudur (BKB) mengembangkan kajian humaniora digital Candi Borobudur.
Kerja sama ini memanfaatkan teknologi perekaman digital dan visualisasi 3D untuk menggali aspek arkeologis dan sejarah yang luput dari penelitian yang ada tentang Candi Borobudur.
Dalam acara webinar bertajuk Digitalisasi dan Visualisasi 3D Candi Borobudur pada Kamis, 22 April 2021, Kepala P2W LIPI Ganewati Wuryandari menjelaskan Candi Borobudur merupakan warisan budaya yang sudah ditetapkan UNESCO sehingga aspek pelestarian dan pengelolaan menjadi penting dilakukan.
“Digitalisasi menjadi salah satu cara baru pelestariannya, memanfaatkan teknologi digital untuk pengelolaan warisan budaya,” ujar dia, Kamis.
Di sisi akademis, menurut Ganewati, kerja sama penelitian ini menjadi kesempatan berharga untuk mengembangkan metode riset digital. Sedang dalam hal kajian warisan budaya, bisa memanfaatkan teknologi terbaru seperti kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), machine learning, dan visualisasi transparan, serta kaitan antara metode riset digital.
Konsep yang digunakan adalah analisis sosial untuk melihat perubahan sosial terkait kemajuan teknologi digital dalam pengelolaan warisan budaya. Ganewati menambahkan, hal ini penting bukan hanya untuk aspek ekonomi, tapi bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain, seperti pendidikan, hiburan, penelitian, dan pariwisata.
“Tapi pemanfaatan digital pada Candi Borobudur masih minim, sehingga masih perlu dilakukan pelatihan untuk stakeholder terkait,” kata Ganewati.
Sementara, Fadjar Ibnu Thufail, peneliti P2W LIPI, menjelaskan proses digitalisasi Candi Borobudur pada situasi pandemi baru tercapai sebagian karena cakupan target digitalisasi Candi Borobudur sangat luas. Proses pemindaian sendiri dilakukan melalui beberapa tahap.
Sampai akhir 2020, Fadjar berujar, pemindaian telah dilakukan dengan menerapkan teknik fotogrametri jarak-dekat atau close-range photogrammetry, dan telah berhasil mencakup 75 persen dari selasar tingkat pertama candi.
“Pemotretan fotogrametri akan terus dilakukan sampai mencakup seluruh tingkat bangunan candi,” tutur Fadjar.
Fadjar menerangkan, penelitian tersebut merupakan tahap pertama. Salah satu capaian pentingnya adalah keberhasilan konversi foto cetak Relief Karmawibhangga menjadi model 3D digital.
Relief Karmawibhangga saat ini tertutup oleh kaki candi dan tidak bisa dinikmati publik. Hanya tiga panel yang sengaja dibuka. Tapi, pada saat dilakukan rekonstruksi candi oleh Belanda pada awal abad ke-20, seluruh panel relief ini telah difoto oleh fotografer Kasijan Chepas.
“Tim ahli Ritsumeikan University berhasil menciptakan algoritma dengan menggunakan teknologi machine learning untuk mengkonversi foto 2D relief Karmawibhangga menjadi model digital 3D,” kata Fadjar.
Tahap penelitian selanjutnya, tim peneliti akan menggabungkan model 3D yang diperoleh dari pemindaian fotogrametri jarak-dekat dan diharapkan model 3D yang dihasilkan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pelestarian dan penelitian Candi Borobudur. “Serta mendukung aspek pendidikan publik dan pariwisata.”
Perwakilan dari Ritsumeikan University Satoshi Tanaka menambahkan, pihaknya adalah tim ilmuwan asing pertama yang melakukan pemindaian 3D Candi Borobudur.
“Kami ingin membuat virtual reality ultra-high-definition dari Kompleks Candi Borobudur,” ujar dia. Tanaka berharap ke depan kerja sama ini bisa diteruskan dalam rangka pengembangan dan memperkuat riset digitalisasi budaya Indonesia.
Baca:
Ini Sebab Singapura Bergerak Cari Kapal Selam KRI Nanggala