TEMPO.CO, Jakarta - Cuaca ekstrem merupakan kejadian cuaca yang tidak normal, tidak lazim, dan dapat mengakibatkan kerugian, terutama keselamatan jiwa dan harta. Cuaca ekstrem dapat terjadi di darat maupun laut, disertai ancaman-ancaman bahaya.
Cuaca ekstrem yang terjadi di darat meliputi angin puting beliung, angin kencang, hujan lebat, hujan lebat yang disertai angin kencang atau petir, hujan es, jarak pandang mendatar ekstrem atau suhu udara ekstrem.
Sedang cuaca ekstrim yang terjadi di laut meliputi siklon tropis, angin kencang, waterspout, gelombang laut ekstrim, gelombang pasang, hujan hebat, hujan lebat yang disertai angin kencang dan atau petir, atau jarak pandang mendatar ekstrem.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan cuaca ekstrim berdasarkan fenomena gejala fisis dan dinamis atmosfer sesuai dengan skala meteorologi yang meliputi:
- Skala lokal: terjadi pada periode 1 menit sampai 1 jam dengan jarak 1 km hingga 100 km.
- Skala synopik (regional): terjadi pada periode 1 hari sampai 1 minggu dengan jarak 100 km hingga 5000 km.
- Skala planetary (global): terjadi pada periode 1 minggu dengan jarak 1000 km hingga 40.000 km.
Pada Januari 2021 lalu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, terdapat enam fenomena iklim penyebab cuaca ekstrem. Di antaranya fenomena La Nina, fenomena angin Monsun Asia, fenomena Madden-Jullian Oscillation, fenomena Kelvin dan Rossby, fenomena menghangatnya suhu permukaan air laut dan fenomena bibit siklon.
DELFI ANA HARAHAP
Baca: Berita Terkini Siklon Tropis Surigae: Dampak Cuaca Ekstrem Tersisa di Laut