TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah petinggi TNI Angkatan Laut menyodorkan kemungkinan baru penyebab kapal selam tua KRI Nanggala-402 hilang dan tenggelam di perairan utara Bali. Kemungkinan itu adalah faktor alam yang disebut internal waves alias gelombang di bawah laut. Sebagai ilustrasi, gelombang di permukaan laut dikenal sebagai ombak.
Mengutip informasi dari beberapa pakar dan ahli oseanografi, mereka menyebut arus bawah laut yang cukup kuat yang bisa menarik secara vertikal. Jadi, jatuhnya kapal ke bawah lebih cepat dari umumnya. Keterangan itu didukung data dari satelit Himawari-8 milik Jepang dan Satelit Sentinel milik Eropa bahwa pada 21 April--hari hilangnya KRI Nanggala--terjadi internal waves yang bergerak dari bawah ke utara.
Dihubungi pada Kamis 29 April 2021, Adi Purwandana dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membenarkan bahwa Indonesia memiliki beberapa spot aktif di mana gelombang bawah laut bisa terbentuk. Di antara sejumlah spot yang diketahui dan pernah ditelitinya, Adi menyebut di Selat Lombok ombak-ombak bawah laut itu yang paling kerap bisa diamati lewat citra satelit.
Adi mengatakan telah melihat data satelit Himawari-8 pada hari KRI Nanggala-402 dinyatakan hilang seperti yang disebut TNI AL. Menurutnya, dari citra satelit pada hari itu tidak terlihat gelombang bawah laut dari Samudera Hindia masuk ke selat itu. "Tapi bukan berarti tidak ada, mungkin amplitudonya tidak besar," katanya menunjuk tinggi gelombang.
Amplitudo gelombang bawah laut ekstrem yang bisa terbangkitkan di Selat Lombok disebutnya bisa sampai 150-300 meter. Periodenya, atau jarak antar gelombang, 10-30 menit. "Kalau di permukaan itu terasa sekali lautnya kasar," katanya yang baru saja kembali dari memimpin tim ekspedisi laut dalam Indonesia Timur 2021 LIPI menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII pada akhir Maret lalu.
Adi juga membenarkan gelombang bawah laut bisa menghasilkan arus vertikal yang lumayan ekstrem. Di Selat Lombok, kecepatannya bisa 1-1,5 meter per detik baik dari atas ke bawah atau sebaliknya. Itu, ketika ada obyek dengan kecepatan rendah bergerak di kolom air, bisa menciptakan efek turbulensi.
Kapal selam KRI Nanggala yang hilang kontak sejak Rabu, 21 April 2021 berhasil ditemukan dalam kondisi terbelah pada kedalaman 800 meter. Sebanyak 53 orang meninggal dalam insiden tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Beberapa kasus musibah yang diduganya terkait dengan kejadian ombak bawah laut adalah hilangnya penyelam di laut. Tapi, untuk obyek seperti kapal selam, Adi mengaku belum pernah mendengar selain yang disebut diduga terjadi pada KRI Nanggala-402 beserta 53 awak di dalamnya.
"Menurut saya, selama kapten bisa menguasai kapal selam, yang dirasakan hanya turbulensi itu. Beda lagi, misalnya, kapal sudah lebih dulu black out, bisa terbawa ke dasar laut lebih cepat," katanya merujuk ke kronologis tenggelamnya KRI Nanggala-402.
Baca juga:
Ekspedisi Indonesia Timur 2021 LIPI Temukan Ombak-ombak di Bawah Laut