"Mungkin akan lebih baik bagi Angkatan Laut Indonesia, dengan sumber dayanya yang terbatas, membelanjakan anggaran evakuasi itu untuk hal lain yang lebih bermanfaat, termasuk untuk kepentingan empat kapal selam yang masih ada," katanya dalam artikel di Marine Link, 3 Mei lalu.
Terlebih, Goldrick menambahkan, tidak ada jaminan penyebab pasti tragedi KRI Nanggala-402 bisa terungkap. Kapal selam, dia menerangkan, adalah mesin yang besar dan kompleks. Sistem black box seperti yang ada pada pesawat terbang pun disebutnya tak akan bisa mencakup seluruh problem yang mungkin muncul di Nanggala.
Pendekatan terbaik, menurut sang guru besar, adalah menelisik video bangkai kapal selam itu disertai pemetaan yang lebih mendetail dari situs lokasi serta seluruh sebaran serpihannya di dasar laut. "Dipadukan dengan evakuasi secara selektif komponen tertentu saja, ini akan bisa menyediakan beberapa jawaban," kata dia.
Penemuan KRI Nanggala yang begitu cepat--ditemukan tiga hari setelah dinyatakan submiss, tak jauh dari lokasi kapal selam itu terakhir terlihat--diduga Goldrick pertanda masalah, apapun itu, terjadi saat Nanggala mulai menyelam. Dia membandingkan dengan setahun masa pencarian San Juan, kapal selam Argentina yang tenggelam bersama 44 awaknya di Samudera Atlantik pada 2017 lalu.
Menurut Goldrick, tidak mungkin untuk bisa langsung mengetahui apa pemicu masalah di Nanggala saat ini. Pemicu, dia menganalisa, bisa beragam termasuk kegagalan mekanis atau material yang membimbing kepada air laut membanjiri satu atau lebih kompertemen dalam kapal selam. "Tak perlu kehilangan banyak daya apung (buoyancy) bagi sebuah kapal selam untuk bisa kehilangan kendali atas kedalaman," katanya.
Atau, penyebab lain, bisa saja kebakaran. Ini adalah yang paling dicemaskan para awak kapal selam. Lainnya adalah human error. "Tapi awak kapal selam sudah sangat terlatih dan memiliki SOP yang ketat. Kegagalan material adalah penyebab yang paling mungkin," katanya menduga-duga.
KRI Nanggala-402 dikabarkan hilang kontak di perairan utara Bali, Rabu pagi, 21 April 2021. Kapal selam buatan Jerman tahun 1981 itu diketahui merupakan armada pemukul milik TNI Angkatan Laut (AL) kelas Cakra yang berada di bawah kendali Satuan Kapal Selam Komando Armada RI Kawasan Timur. TEMPO/Fahmi Ali
Apapun pemicunya, tragedi KRI Nanggala-402 tak terhindari begitu dia melewati batas kedalaman selamnya. Seperti diketahui kapal selam sekelas Nanggala memiliki batas kedalaman 260 meter. Lebih dari itu dikenal sebagai crush depth dan risiko kapal akan pecah meningkat dengan cepat ketika terjerumus semakin dalam.
Pada kedalaman 800 meter, kapal selam KRI Nanggala-402 tak memiliki peluang untuk bisa tetap utuh.
Baca juga:
Kapal Selam yang Tenggelam, San Juan Ditinggalkan Tak Terangkat