TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan lindu bermagnitudo 5,9 yang terasa di Blitar dan sekitarnya bukan gempa besar atau megathrust. Walau tidak berpotensi tsunami, gempa Blitar tergolong merusak.
“Gempa ini merupakan gempa baru, bukan gempa susulan dari gempa 6,1 yang terjadi pada 10 April 2021,” kata Daryono, Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG.
Gempa yang terjadi pada Jumat, 21 Mei 2021 pukul 19.09.23 WIB itu berdasarkan pemutakhiran data BMKG bermagnitudo 5,9. Informasi awal mencatat kekuatan gempa itu hingga bermagnitudo 6,2. Pusat sumber gempa berada di laut pada jarak 57 kilometer arah tenggara Kabupaten Blitar, Jawa Timur, pada kedalaman 110 kilometer.
Menurut Daryono, gempa ini merupakan jenis gempa menengah akibat adanya deformasi atau patahan batuan di Zona Benioff, yaitu bagian slab lempeng Indo-Australia yang sudah tersubduksi dan menukik di bawah lepas pantai selatan Jawa Timur.
“Gempa ini bukan gempa megathrust karena pusatnya berada di kedalaman menengah dan cukup jauh dari bidang kontak kuncian antar lempeng,” katanya lewat keterangan tertulis, Jumat 21 Mei 2021.
Berdasarkan hasil analisis BMKG, mekanisme sumber gempa itu hasil kombinasi antara sesar geser dan sesar naik yang dominan atau disebut oblique thrust fault.
Karena sumber gempanya berada di kedalaman menengah, kata Daryono, maka gempa ini memiliki spektrum guncangan dalam wilayah yang luas hingga Lombok di timur dan Cilacap di barat. “Guncangan gempa ini dirasakan di sebagian besar wilayah Jawa Timur dalam skala intensitas IV-V MMI,” ujarnya.
Gempa skala IV MMI jika terjadi pada siang hari bisa dirasakan oleh orang banyak di dalam dan luar rumah oleh beberapa orang, membuat gerabah pecah, dan jendela arau pintu berderik serta dinding berbunyi.
Adapun skala V MMI artinya getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, membuat gerabah pecah dan barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang, serta bandul lonceng dapat berhenti. “Gempa ini bersifat merusak,” kata Daryono.
Data sementara tercatat kerusakan ringan terjadi pada banyak bangunan rumah warga dan fasilitas umum di berbagai daerah di Jawa Timur, seperti Kota dan Kabupaten Malang, Blitar, Lumajang, dan Pasuruan.
Adapun berdasarkan pemodelan BMKG, gempa ini tidak berpotensi tsunami. “Karena sumber gempanya dalam dengan magnitudo yang relatif kecil untuk dapat mengganggu kolom air laut,” ujarnya.
Hingga pukul 23.00 WIB tercatat empat kali gempa susulan dengan kekuatan bermagnitudo antara 2,7 dan 3,1. Menurut Daryono, gempa Blitar ini merupakan gempa ke-12 dari rentetan gempa merusak di selatan Malang sejak 15 Agustus 1896.
Namun begitu, dia membantah anggapan bahwa Gempa Blitar ini merupakan susulan dari Gempa Malang bermagnitudo 6,1 pada 10 April 2021 yang juga bersumber di laut selatan Jawa.
Kesamaan lain Gempa Blitar dan Malang, yaitu jenisnya adalah intraslab yang mampu mengguncang bumi dengan kekuatan lebih besar dari gempa lain dengan magnitudo sekelasnya.
Dari segi kekuatannya, gempa Blitar yang bermagnitudo 5,9 ini dinilai BMKG terlalu besar untuk dikatakan sebagai gempa susulan dari Gempa Malang. “Meskipun memungkinkan bahwa gempa Blitar ini terjadi akibat terpicu oleh gempa Malang,” kata Daryono.