Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Meneliti Rayap, Menimbang Timbulan Emisi di Perkebunan Sawit

Reporter

Editor

Erwin Prima

image-gnews
Shutterstock.
Shutterstock.
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Fitri Khusyu Aini menayangkan gambar laci yang terbuka saat menjelaskan penelitian mengenai rayap dalam seminar daring bersama Society of Indonesian Science Journalists (SISJ), pada pengujung April 2021. Di laci tersebut terdapat deretan tabung kaca berukuran mini alias vial. Para peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) menginkubasi sarang dan rayap –metode ex situ– di laboratorium. Perlakuan inkubasi pun menyesuaikan golongan rayap.

“Kami mengumpulkan (timbulan) gas dari rayap ini dalam vial,” kata Fitri, selaku peneliti dari CIFOR. Selanjutnya, ia menambahkan, zat ringan rayap itu dihubungkan dengan kromatografi gas untuk mengamati kandungan. “Ternyata rayap meningkatkan emisi N2O (dinitrogen oksida) paling besar di perkebunan kelapa sawit,” ucapnya. Ia menambahkan, rayap mengeluarkan emisi dinitrogen oksida di tanah mineral daerah tropis.

Pendapat itu hasil penelitian CIFOR di perkebunan kelapa sawit wilayah Desa Pasir Mayang, Jambi. CIFOR meneliti selama enam tahun, berlangsung pada 2010 hingga 2016. Tim peneliti memilih perkebunan rakyat itu karena perawatan yang cenderung tidak intensif. “Tak banyak penggunaan insektisida (obat pembunuh serangga),” katanya.

Penelitian mengidentifikasi kerapatan sarang dan populasi golongan rayap. Rayap terdiri atas berbagai spesies yang terkait pula dengan makanannya. Ada rayap yang memakan tanah bercampur organisme dan ada pula yang memakan kayu. Fitri menjelaskan, jenis makanan mempengaruhi mikroorganisme yang hidup di saluran pencernaan rayap. “Mikroorganisme itulah yang berperan dalam menghasilkan gas rumah kaca,” tuturnya saat dihubungi Tempo, Kamis, 20 Mei 2021.

Laporan dalam Bio-Edu: Jurnal Pendidikan Biologi yang berjudul Isolasi dan Uji Biokimia Bakteri Selulolitik Asal Saluran Pencernaan Rayap Pekerja (2016) menjelaskan, rayap menurunkan senyawa organik selulosa. Saluran pencernaan rayap terdapat mikroorganisme bentuk interaksi makhluk hidup (simbion) seperti bakteri dan protozoa. Mikroorganisme dalam saluran pencernaan itu menyediakan amonia, sebab makanan rayap merupakan jenis rendah nitrogen. Adapun ihwal pembentukan metana oleh mikrob, rayap termasuk salah satu yang menimbulkan gas rumah kaca tersebut. Kecenderungan itu di bawah 5 persen dari keseluruhan emisi metana.

Saat penelitian, CIFOR pun berfokus di perkebunan dengan tanaman kelapa sawit berumur delapan tahun. Adapun jenis tanahnya muda atau inceptisol, artinya solum agak tebal dan susunan yang gembur. Penanaman kelapa sawit di tanah itu berjumlah 143 pohon per hektare. Penelitian di perkebunan –metode in situ– mengamati emisi saat kemarau dan hujan. Pengambilan rayap di tiap lokasi melalui pemetaan transek sepanjang 100 meter.

CIFOR memandang alih guna hutan menjadi perkebunan kelapa sawit meningkatkan emisi dinitrogen oksida dan metana (CH4) sebab sistem monokultur perkebunan tersebut telah merusak keanekaragaman hayati. Penelitian menunjukkan, ketika hutan diubah, populasi rayap kian banyak. Tubuh rayap pun makin membesar, tersebab tak ada keragaman lagi untuk ketersediaan makanan serangga tersebut.

Makalah yang tergabung dalam Prosiding Seminar Nasional (2010) berjudul Populasi dan Serangan Rayap (Coptotermes Curvignathus) pada Pertanaman Karet di Sumatera Selatan menjelaskan, rayap menyerbu tanaman kelapa sawit karena selulosa yang memang kandungan makanan utamanya. Kandungan selulosa batang kelapa sawit mencapai 25,88 persen. Adapun hemiselulosa 16,40 persen dan holoselulosa 42,28 persen. Sebab itulah rayap menjadi hama yang dominan menyerbu tanaman kelapa sawit.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Soal emisi metana, kata Fitri, sebetulnya tanpa pengubahan fungsi lahan, senyawa kimia itu memang ada di hutan, tapi keanekaragaman hayati membuat metana tak menyebar di udara. “Artinya dalam sistem hutan, tanah itu menyerap metana,” katanya. Di hutan, ucap Fitri, munculnya metana karena proses yang terjadi di dalam tanah, antara lain dipengaruhi interaksi akar tumbuhan atau kehidupan mikroorganisme.

Ketika hutan diubah menjadi monokultur, tanah tak lagi menyerap metana yang akhirnya menyebar menuju atmosfer. Walaupun minim lepasan emisi itu, bukan berarti metana dan dinitrogen oksida tak membahayakan. “Masa tinggal metana dan dinitrogen oksida itu lebih lama di atmosfer,” kata Fitri.

Emisi dinitrogen oksida dan metana cenderung terabaikan. Kadarnya kecil dari keseluruhan emisi gas rumah kaca tersebab deforestasi. Dinitrogen oksida efeknya 300 kali menangkap panas di atmosfer. Keadaan itu jika dibandingkan dengan karbon dioksida selama kurun waktu 100 tahun. “Metana 25 kali lebih efektif,” kata saintis CIFOR, Kristell Hergoualc’h, dikutip dari situs web organisasi yang meneliti lingkungan tersebut.

Keberadaan serangga di perkebunan kelapa sawit dipengaruhi udara, suhu, derajat keasaman (pH), kelembapan, dan intensitas cahaya, mengutip dari buku Pengenalan Pelajaran Serangga (1992). Dari keseluruhan faktor tersebut, suhu dan kelembapan paling mempengaruhi perkembangan dan perilaku serangga.

Adapun aktivitas rayap sebagai hama terjadi ketika habitat alami berubah drastis. Hal itu menyebabkan spesies rayap tertentu menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut merujuk keterangan dalam buku Rayap: Biologi dan Pengendaliannya (2015).

Artikel yang termuat dalam situs web Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak menjelaskan, bahwa persentase serbuan rayap tanaman kelapa sawit lebih besar dibandingkan karet maupun sengon. Persentase serangan rayap tanaman kelapa sawit mencapai 10,8 persen. Adapun rayap menyerbu tanaman karet 7,4 persen dan sengon 7,46 persen, sebagaimana dikutip dari artikel di situs web tersebut yang berjudul Pengendalian Hama Rayap Kelapa Sawit di Dusun Sekek, Desa Palaheng, Kecamatan Toho, Kabupaten Mampawah, terbitan 27 November 2020.

Baca:
Top Aces Swasta Pertama Miliki Jet Tempur Aktif F-16

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tim Peneliti Ungkap Temuan Baru Soal Erupsi Gunung Anak Krakatau

4 hari lalu

CCTV saat Gunung Anak Krakatau erupsi, Senin, 26 November 2023. (ANTARA/HO-PVMBG)
Tim Peneliti Ungkap Temuan Baru Soal Erupsi Gunung Anak Krakatau

Erupsi Gunung Anak Krakatau pada bulan ini dimulai pada 26 November 2023.


Perjalanan Harijono Djojodihardjo Majukan Penerbangan Tanah Air Lebih dari 61 Tahun

5 hari lalu

Harijono Djojodihardjo menerima anugerah Nurtanio Award 2023 atas andilnya dalam memajukan iptek dan riset Indonesia, khususnya di bidang dirgantara. Dok: TEMPO/ANNISA FEBIOLA.
Perjalanan Harijono Djojodihardjo Majukan Penerbangan Tanah Air Lebih dari 61 Tahun

Harijono Djojodihardjo mengabdi dalam berbagai aspek termasuk pendidikan pengajaran penelitian, ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa dan industri.


Ekspor Olahan Sawit Naik Hampir 30 Persen, Gapki: Terbesar CPO

11 hari lalu

Sunarno, 49 tahun, menurunkan tandan buah segar kelapa sawit saat panen di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar, di provinsi Riau, 26 April 2022. Kini, pemerintah melarang ekspor untuk semua produk crude palm oil, red palm oil (RPO), RBD palm olein, pome, dan use cooking oil. REUTERS/Willy Kurniawan
Ekspor Olahan Sawit Naik Hampir 30 Persen, Gapki: Terbesar CPO

Gapki mencatat total ekspor olahan sawit di September mengalami kenaikan sebesar 29,9 persen menjadi 2.693 ribu ton dari 2.073 ribu ton di Agustus.


Studi Cisco Soroti Kesenjangan dalam Kesiapan Perusahaan terhadap AI

16 hari lalu

Ilustrasi kecerdasan buatna. towardscience.com
Studi Cisco Soroti Kesenjangan dalam Kesiapan Perusahaan terhadap AI

Penelitian baru ini menemukan bahwa pengadopsian AI berkembang secara lambat selama puluhan tahun.


Peneliti Vaksin Covid-19: Peneliti dengan Industri Harus Berkoneksi untuk Jawab Kebutuhan Masyarakat

17 hari lalu

Diskusi membahas penguatan diaspora dalam membangun jaringan inovasi global antara Indonesia dengan mitra internasional di Hotel Bidakara Jakarta. TEMPO/Annisa Febiola
Peneliti Vaksin Covid-19: Peneliti dengan Industri Harus Berkoneksi untuk Jawab Kebutuhan Masyarakat

Sekarang ini banyak peneliti membuat teknologi yang paling canggih di dalam laboratorium, tetapi ternyata tak memungkinkan untuk direalisasikan.


Moeldoko Beberkan Penyebab Hilirisasi Kelapa Sawit Masih 20 Persen dari Potensinya

17 hari lalu

Lahan sawit milik PT Perkebunan Sinar Mas 5 (PSM 5) di kawasan Libo, Kecamatan Kandis, Siak, Riau. TEMPO/YOHANES PASKALIS PAE DAL
Moeldoko Beberkan Penyebab Hilirisasi Kelapa Sawit Masih 20 Persen dari Potensinya

Ketua Dewan Pembina Apakasindo Moeldoko angkat bicara soal penyebab hilirisasi kelapa sawit saat ini yang masih rendah.


Demi Ketahanan Energi, BRIN Dorong Perkuatan Ekosistem Riset dan Inovasi

18 hari lalu

Tangkapan layar Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Haznan Abimanyu dalam webinar
Demi Ketahanan Energi, BRIN Dorong Perkuatan Ekosistem Riset dan Inovasi

Kebutuhan energi di Indonesia, terutama bahan bakar dan listrik, diprediksi akan terus meningkat seiring penambahan populasi dan perubahan gaya hidup.


Badan Geologi Teliti Gunung Api Bawah Laut Menggunakan Kapal Riset Geomarin III

18 hari lalu

Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid (kiri) bersama Kepala Balai Besar Survei dan Pemetaan Geologi Kelautan Hadi Wijaya (kanan) memaparkan tentang kapal riset Geomarin III di Pelabuhan JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu, 15 November 2023. (ANTARA/Sugiharto Purnama)
Badan Geologi Teliti Gunung Api Bawah Laut Menggunakan Kapal Riset Geomarin III

Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid mengatakan durasi riset setiap gunung api bawah laut berlangsung sekitar satu bulan.


Kementan Beberkan Alasan Rencana Tanam Jagung di Lahan Sawit

18 hari lalu

Masyarakat menanam jagung di lahan milik Perhutani di Desa Cendoro, Dawar Blandong, Mojokerto, Jawa Timur, 12 Desember 2015. ANTARA/Syaiful Arif
Kementan Beberkan Alasan Rencana Tanam Jagung di Lahan Sawit

Kementerian Pertanian berencana melakukan tumpang sari jagung di lahan kelapa sawit. Apa alasannya?


Kementan Bakal Tanam Jagung di Lahan Sawit, Kejar Target Produksi 1 Juta Ton

18 hari lalu

Petani memetik jagung saat panen perdana di kawasan lumbung pangan (food estate) Kampung Wambes, Distrik Mannem, Keerom, Papua, Kamis, 6 Juli 2023. Lumbung pangan tersebut merupakan lahan pertanian percontohan guna memenuhi kebutuhan jagung nasional khususnya di wilayah Indonesia Timur. ANTARA/Sakti Karuru
Kementan Bakal Tanam Jagung di Lahan Sawit, Kejar Target Produksi 1 Juta Ton

Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi 1 juta ton jagung dari program Kelapa Sawit Tumpang Sari Tanaman Pangan (KESATRIA).