TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian mengungkapkan bahwa kasus infeksi Covid-19 di Indonesia jauh lebih tinggi daripada data resmi yang dilaporkan Kementerian Kesehatan. Indonesia mencatat 1,83 juta kasus positif Covid-19 dari sekitar 270 juta total penduduk, tapi para epidemiolog percaya bahwa angka sebenarnya lebih tinggi, karena kurangnya pengujian dan penelusuran kontak.
Hasil studi seroprevalensi besar pertama di Indonesia—yang menguji antibodi—diungkapkan kepada Reuters, Selasa, 1 Juni 2021. Seroprevalensi adalah perhitungan jumlah individu dalam suatu populasi yang memperlihatkan hasil positif suatu penyakit berdasarkan spesimen serologi atau serum darah.
Studi nasional antara Desember 2020-Januari 2021 menunjukkan 15 persen orang Indonesia telah tertular Covid-19, sementara angka resminya pada akhir Januari mencatat infeksi di antara hanya sekitar 0,4 persen orang. Bahkan saat ini total infeksi positif di Indonesia baru sekitar 0,7 persen dari jumlah penduduk.
“Hasil survei ini tidak terduga,” ujar Pandu Riono, pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI) yang bekerja pada penelitian yang dilakukan dengan bantuan dari organisasi kesehatan dunia (WHO).
Berdasarkan tes darah, studi seroprevalensi mendeteksi antibodi yang muncul pada orang yang kemungkinan besar sudah terjangkit penyakit tersebut. Angka resmi sebagian besar didasarkan pada tes swab, yang mendeteksi virus itu sendiri dan hanya mengungkapkan mereka yang memilikinya pada saat itu. Antibodi berkembang satu sampai tiga minggu setelah seseorang tertular virus dan tinggal di dalam tubuh selama berbulan-bulan.
Studi seroprevalensi lainnya—termasuk India—juga mengungkapkan infeksi yang lebih luas. Ketua Departemen Epidemiologi FKMUI Tri Yunis Miko Wahyono menjelaskan, sistem surveilans resmi dalam studinya tidak dapat mendeteksi kasus Covid-19.
“Ini lemah. Pelacakan kontak dan pengujian di Indonesia sangat buruk dan menjelaskan mengapa begitu sedikit kasus yang terdeteksi,” kata Tri sambil menambahkan bahwa dirinya tidak berwenang untuk mengkonfirmasi angkanya.
Meskipun studi menunjukkan penyebaran virus yang lebih luas, Indonesia tampaknya masih jauh dari mencapai kekebalan kelompok, menjadikannya prioritas untuk mempercepat vaksinasi. Hanya 6 persen dari 181 juta penduduk Indonesia yang ditargetkan telah divaksinasi lengkap dengan dua dosis sejauh ini, sementara 9,4 persen telah mendapatkan satu suntikan, menurut data pemerintah.
Hasil awal dari studi seroprevalensi terpisah di Bali, yang dilakukan oleh Universitas Udayana, menemukan 17 persen dari mereka yang diuji pada September dan November 2020, tampaknya telah terinfeksi. Itu 53 kali lebih tinggi dari tingkat infeksi berdasarkan kasus yang tercatat secara resmi di wilayah yang berencana membuka kembali pariwisata untuk pengunjung internasional bulan depan, menurut peneliti utama Anak Agung Sagung Sawitri dari Universitas Udayana.
Selain itu, pembukaan kembali pariwisata itu ditentang oleh beberapa pakar kesehatan masyarakat, termasuk akademisi dan dokter Ady Wirawan. “Testing, tracing, isolasi dan karantina sangat-sangat lemah di Bali,” tutur Ady.
Menanggapi studi tersebut, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan, penelitian itu mungkin masih awal. Namun, mungkin ada lebih banyak kasus daripada yang dilaporkan secara resmi karena banyak kasus tidak menunjukkan gejala. “Indonesia memiliki pelacakan kontak yang rendah dan kurangnya laboratorium untuk memproses tes,” ujar Siti yang memperkuat pernyataan Pandu.
REUTERS | CNBC
Baca:
Gejala Covid-19 Anosmia, Penciuman Bisa Kembali atau Hilang Sama Sekali