TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ismail Hadisoebroto Dilogo, membeberkan biaya yang diperlukan pasien Covid-19 kritis yang ingin menjalani terapi sel punca atau stem cell mesenkim asal tali pusat. Menurutnya, hal itu bisa dihitung berdasarkan berat badan pasien.
“Satu juta sel punca per kilogram berat badan pasien,” ujat Ismail yang juga pimpinan peneliti terapi tersebut dalam acara virtual Temu Media FKUI Peduli Covid-19, Jumat, 11 Juni 2021.
Lebih detail, Ismail menyebutkan bahwa harga satu sel punca sebesar Rp 2,2 sehingga untuk berat badan 50 kilogram membutuhkan 50 juta sel punca. Artinya biayanya bisa sekitar Rp 110 jutaan.
Selain itu, Ismail yang juga Kepala Instalasi Pelayan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca RSCM, itu menjelaskan bahwa sel punca mesenkim asal tali pusat diproduksi dari UOT TK Sel Punca RSCM-FKUI-KF.
Dia juga akan mencanangkan dan memproklamirkan bahwa Indonesia sudah memiliki bank sel punca yang berasal dari tiga sumber. “Kita mampu memproduksi sel punca sampai 72 miliar sel per tahun, sehingga jika ada yang membutuhkan kita akan dengan cepat memberikannya,” tutur Ismail.
Sementara, Dekan FKUI Ari Fahrial Syam, menerangkan lab khusus dan pusat produksi sel punca dan metabolit nasional yang dimiliki tim tersebut sudah mendapatkan sertifikasi Badan Obat dan Makanan (BPOM).
Namun, untuk terapi stem cell ini belum mendapatkan izin penggunaan darurat dari lembaga tersebut. “Karena saat ini masih berbasis riset. Jika memang ini disahkan, dan ada market-nya ini bisa digunakan secara luas,” kata Ari.
Soal harga, Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam di FKUI itu masih belum tahu secara pasti, karena masih berbasis penelitian. “Intinya cost pasti mahal, tapi ini untuk kasus yang sudah lost case,” ujar Ari menambahkan.
Terapi stem sel mesenkim asal tali pusat itu mampu menurunkan tingkat kematian pada pasien Covid-19 yang dirawat dengan gejala kritis. Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan tim di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) bekerja sama dengan empat rumah sakit, yaitu RSCM, RSUP Persahabatan, RSPI Sulianti Saroso, dan RSUI.
Hasil penelitian yang baru diterbitkan dalam jurnal internasional TEM CELLS Translational Medicine itu menjelaskan bahwa pasien Covid-19 kategori kritis yang mendapatkan terapi tambahan memiliki tingkat keberlangsungan hidup alias survival rate 2,5 kali lipat lebih tinggi.
Jika dilihat dari penyakit penyerta, pasien yang mendapatkan terapi stem cell tersebut bahkan terukur memiliki tingkat keberlangsungan hidupnya 4,5 kali lipat daripada pasien yang terkontrol. Sebagai catatan, pasien Covid-19 kategori kritis memiliki angka mortalitas sebesar 83 persen.
Baca:
60 Warga Satu Kampung di Yogya Positif Covid-19 dari Beragam Penyebab