TEMPO.CO, Jakarta - Hasil uji awal terapi kekebalan tubuh berbasis vaksin sel dendritik yang dikembangkan mantan Menteri Kesehatan Putrawan Agus Putranto mampu membangkitkan respons imun tubuh melawan infeksi Virus Covid-19. Respons imun tubuh dari terapi yang diberi nama Vaksin Nusantara itu bahkan mampu bertahan hingga tiga bulan setelah terapi.
Klaim disampaikan Terawan dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu 16 Juni 2021. Terawan mengungkap hasil uji awalnya itu sembari meminta bantuan agar risetnya diizinkan dilanjutkan ke uji klinis tahap III atau uji melibatkan sejumlah besar relawan. Dia menunjuk nota kesepahaman antara Kementerian Kesehatan, BPOM, dan TNI Angkatan Darat tentang status risetnya itu sebagai penghalang.
Menurut Terawan, hasil uji klinis fase I oleh tim peneliti Universitas Diponegoro dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa imunitas Vaksin Nusantara masih awet pada bulan ketiga setelah penyuntikan. Saat ini, dia menambahkan, uji klinis fase kedua Vaksin Nusantara hampir selesai dilakukan.
Terawan bersama timnya mengaku akan terus berupaya untuk mewujudkan Vaksin Nusantara. "Saya bersyukur boleh berkontribusi dalam membantu pemerintah mengatasi pandemi Covid-19 di bidang kesehatan," katanya.
Pada akhir Mei lalu, Guru Besar Biologi Molekuler dari Universitas Airlangga Chairul Anwar Nidom juga mengungkap hasil uji atas efek kekebalan tubuh yang didapat dari terapi sel dendritik melawan infeksi SARS-CoV-2, virus corona penyebab Covid-19. Uji dilakukan terhadap sembilan relawan terapi itu yang berdomisili di Surabaya.
Mereka telah disuntikkan Vaksin Nusantara pada 4 Mei 2021 dan Nidom bersama tim laboratorium Profesor Nidom Foundation (PNF) mengumpulkan sampel serum darah dari kesembilannya pada 20 Mei, atau 16 hari berselang dari terapi terapi vaksin sel dendritik itu. Hasilnya, saat itu, seluruhnya diketahui memberi daya proteksi.
"Ini kan baru 16 hari setelah penyuntikan, bisa diperkirakan pengambilan berikutnya akan meningkat lagi gambaran antibodi dan daya protektifnya," kata Nidom saat itu.
Ditanyakan tentang jumlah relawan, Nidom menepis kemungkinan hasil berbeda jika lebih banyak sampel antibodi yang diuji. Kecuali, dia menambahkan, ada kelainan yang dengan darah (sel dendritik), misalnya ada indikasi kanker. "Jadi seleksi awal itu penting untuk menentukan penggunaan Vaksin Nusantara," kata dia.
DEWI NURITA | ANTARA
Baca juga:
Eijkman: Gejala Pasien Covid-19 Varian Delta di Indonesia Ringan