TEMPO.CO, Jakarta - Di dunia yang menuntut serba cepat dan selalu menggunakan Internet, membuat banyak kecurangan terjadi di berbagai sektor yang ada di dalamnya. Salah satu masalah yang cukup sering muncul di dunia digital yaitu dark web. Istilah tersebut termasuk dalam serangan cyber yang dapat membahayakan bisnis, identitas, organisasi, serta keuangan.
Dark web merupakan sebuah istilah dari bagian Internet yang tidak terlihat oleh mesin pencari dan mengharuskan penggunaan browser anonim yang disebut Tor untuk diakses. Oleh sebab itu, dark web mengacu pada konten online terenkripsi yang tidak dapat di deteksi oleh mesin pencari.
Sementara itu, Managing Director and Asia Pacific Leader Cyber risk, Paul Jakson menjelaskan dark web merupakan istilah umum untuk sekumpulan situs yang mungkin terlihat sangat mirip dengan situs-situs di web yang biasa dilihat. Paul mengibaratkan dark web sebagai lapisan terdalam dari internet, sebab sangat sulit untuk menembus jaringan yang menggunakan situs tersebut.
Situs yang menggunakan dark web hanya memberikan akses kepada sekelompok pengguna yang dipilih secara ketat. Selain itu, dark web hanya dapat diakses melalui Jaringan Pribadi Virtual atau Virtual Private Network (VPN). Tidak heran jika dark web sangat menjaga anonimitas para penggunanya.
Sebuah studi yang dilakukan Dr. Michael McGuires di University of Surrey pada 2019 lalu, jumlah daftar dark web yang dapat membahayakan perusahaan telah meningkat 20 persen sejak 2016. Dari semua daftar, 60 persen berpotensi membahayakan perusahaan. Sebab, ketika menggunakan dark web dapat membeli nomor kartu kredit, segala macam obat, senjata, uang palsu, hingga akun Netflix yang diretas.
April 2021 lalu, LinkedIn menemukan sejumlah data dari pengguna mereka bisa diakses pihak luar dan diperjualbelikan. Platform jejaring profesional buatan Microsoft Corp tersebut, menuliskan dalam situsnya, terdapat arsip berisi data dari 500 juta profil LinkedIn dijual di dark web yang menjadi forum peretas tersebut.
LinkedIn menemukan penujualan dark web dari hasil penyelidikan internal dan menyebut data tersebut merupakan agregasi dari sejumlah situs dan perusahaan. "Data itu termasuk profil yang bisa dilihat publik, yang kelihatannya diambil dari LinkedIn," kata pihak LinkedIn.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Jutaan Data Pribadi Warga Indonesia Ditawarkan Gratis di Dark Web