TEMPO.CO, Jakarta - Kasus Covid-19 'menggila' karena provokasi yang dilakukan terhadap SARS-CoV-2, virus corona penyebab penyakit itu. Dampak lonjakan kasus yang terjadi tak terkecuali tampak pada anak-anak.
Pendapat itu disampaikan Guru Besar Biologi Molekuler dari Universitas Airlangga (Unair), Chairul Anwar Nidom. “Provokasi ini maksudnya adalah upaya membunuh virus, misalnya dengan vaksinasi atau pemberian disinfeksi,” ujar dia saat dihubungi, Senin 21 Juni 2021.
Nidom menerangkan bahwa saat ini Covid-19 seperti seolah-olah ditantang, sehingga mengalami mutasi yang tidak terkendali. Selain itu, kata Ketua Tim Laboratorium Professor Nidom Foundation (PNF), virus ini masih baru dan belum stabil, sehingga belum ada satu pun cara yang diketahui bisa betul-betul mengatasinya.
“Semakin panik menghadapi situasi saat ini, akan semakin marak virus ini,” tutur profesor dari Fakultas Kedokteran Hewan Unair ini mengingatkan.
Nidom menyarankan beberapa langkah di antaranya menghentikan sementara vaksinasi dengan alasan virus merasa terancam yang membuatnya bermutasi tidak terkendali. Tujuannya, untuk evaluasi total melibatkan semua bidang keilmuan dengan harapan melahirkan strategi baru program vaksinasi yang lebih efektif.
Dia merujuk kepada terminologi vaksin saat ini yang sudah melekat pada masyarakat bahwa itu senjata pamungkas, sehingga menjadikan masyarakat longgar dan abai. "Apalagi ditambahi ucapan-ucapan pejabat yang berkonotasi vaksin untuk menuntaskan," katanya.
Selain itu, Nidom juga menyarankan agar dilakukan lockdown total. Kalau pun tidak memungkinkan, dia meminta agar pemerintah melakukan lockdown kepulauan, khususnya untuk pulau Jawa-Madura, dan Bali. “Dan tentunya tetap menerapkan protokol kesehatan 5 M secara ketat dan disiplin—masker, masker, masker, masker, dan mpon-mpon,” kata Nidom menambahkan.
Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menanggapi pendapat Nidom dengan menyatakan tak mungkin menghentikan vaksinasi meski hanya sementara. "Saya rasa ini kondisi pandemi dan vaksinasi adalah salah satu upaya menurunkan angka kematian dan kesakitan," katanya.
Nadia menambahkan, WHO sebagai badan kesehatan dunia juga merekomendasikan tetap melakukan vaksinasi dan malah meminta untuk dipercepat. "Kita mau seperti Eropa dan Amerika Serikat yang vaksinasinya sudah hamipr 90 persen, dan membuat kasus turun dari 300 ribu sampai hanya 12 ribu sehingga sudah bisa buka masker."
Pernyataan Nadia sejalan dengan sejumlah publikasi studi terbaru dari Inggris Raya--kawasan yang telah dilanda penularan Covid-19 varian baru Alpha dan kini Delta. Studi-studi itu menyebut vaksin Covid-19 yang ada saat ini memang tak mampu sepenuhnya melindungi dari re-infeksi, tapi peluangnya berhasil ditekan dan efektif melindungi dari gejala infeksi yang berat (rawat inap). Terutama untuk pemberian dosisnya yang lengkap.
Adapun lonjakan kasus baru Covid-19 di tanah air saat ini mulai terjadi selepas libur Lebaran yang lalu. Pemerintah telah berusaha mengantisipasinya lewat larangan mudik dan penertiban di tempat-tempat wisata juga pusat belanja.
Lonjakan yang tetap terjadi tampak di antara dalam data Kementerian Kesehatan pada 8 Juni 2021 yang mencatat sebanyak 229.079 anak Indonesia yang terinfeksi Covid-19 dan 620 orang meninggal. Jika berdasarkan umur, 0-5 tahun dengan kasus 52.482 dan meninggal 292 anak. Kemudian 6-18 tahun dengan kasus 176.597 dan meninggal 328.
Berdasarkan data nasional saat ini, proporsi kasus positif Covid-19 pada anak usia 0-18 tahun sebesar 12,5 persen. Artinya, 1 dari 8 kasus konfirmasi itu adalah anak dengan 50 persen kasus kematian Covid-19 anak adalah balita.
Baca juga:
Covid-19 pada Anak Meningkat Pesat, Pakar Beri Peringatan
Catatan:
Artikel ini telah diperbarui pada Selasa 22 Juni 2021, pukul 12.00 WIB, dengan menambahkan keterangan dari Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi. Terima kasih