TEMPO.CO, Jakarta - Obat cacing Ivermectin ramai diperbincangkan saat penularan kasus Covid-19 kembali melonjak saat ini. Terbaru dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang menyebutkan bahwa Ivermectin sudah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan produksinya dilakukan Indofarma.
"Alhamdulillah, PT Indofarma sebagai bagian dari holding BUMN farmasi, telah mendapat izin edar Badan POM RI untuk produk generik Ivermectin 12 miligram," tulis Erick Thohir dalam akun instagram resminya @erickthohir pada Senin 21 Juni 2021.
Belakangan, lewat Staf Khusus Kementerian BUMN Bidang Komunikasi, Arya Sinulingga, Erick meluruskan pernyataannya soal obat Ivermectin. Erick mengatakan tidak pernah menyebut Ivermectin telah memperoleh izin edar untuk obat virus corona. “Justru beliau mengatakan BPOM memberikan izin edar Ivermectin itu untuk anti-parasit,” ujar Arya dalam keterangannya, Selasa, 22 Juni 2021.
Menyitir Erick, Arya mengatakan sampai hari ini belum ada temuan obat corona. Dengan demikian, metode yang digunakan oleh dokter untuk penyembuhan pasien Covid-19 pun masih masih sebatas terapi. Ivermectin, kata Arya, merupakan obat yang digunakan untuk kepentingan terapi tersebut. “Posisinya sama aja seperti Favipiravir, Azytromicin, Avigan, atau vitamin lain,” ujar Arya.
BPOM juga menjelaskan kalau saat ini Ivermectin kaplet 12 mg terdaftar di Indonesia hanya untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis). Ivermectin diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg berat badan dengan pemakaian 1 (satu) tahun sekali.
“Ivermectin merupakan obat keras yang pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter,” bunyi pernyataan BPOM dalam situs resminya, Selasa 22 Juni 20221.
Sementara jika diberikan kepada pasien Covid-19, masih perlu ada pembuktian mengenai khasiat Ivermectin melalui uji klinis. Karena, banyak faktor lain yang juga dapat berpengaruh pada kesembuhan pasien, selain juga efek dari Ivermectin yang tidak dilaporkan. Pembuktian itu, kata BPOM, belum tersedia hingga saat ini. “Dengan demikian, Ivermectin belum dapat disetujui untuk indikasi tersebut.”
Kalapun Ivermectin yang mudah didapat di pasar itu akan digunakan untuk pencegahan Covid-19, BPOM menyarankan agar meminta persetujuan dan di bawah pengawasan dokter. Diingatkan bahwa konsumsi Ivermectin dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
Ivermectin. Kredit: Brazilian Report
BPOM juga meminta kepada masyarakat agar tidak membeli obat Ivermectin secara bebas, termasuk melalui platform online. “Masyarakat yang mendapatkan resep dokter untuk Ivermectin agar membeli di fasilitas pelayanan kefarmasian yang resmi, seperti apotek dan rumah sakit,” tulis BPOM.
Ivermectin awalnya adalah obat parasit cacing pada hewan. Produksinya untuk pengobatan pada manusia di Indonesia masih baru. Untuk itu, BPOM memberikan batas waktu kedaluwarsa selama enam bulan terhadap obat tersebut. Jika masyarakat mendapati obat ini dengan label tertulis batas kedaluwarsa di atas enam bulan, maka diimbau tidak menggunakannya.
Obat anti-parasit Ivermectin dinilai mampu menghentikan serangan virus Corona dalam uji coba di laboratorium. Tractorsupply.com
Sebagai tindak lanjut untuk memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan Covid-19 di Indonesia, uji klinis dilakukan di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, serta Kementerian Kesehatan dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit.
“BPOM terus memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil penelitian Ivermectin untuk pengobatan Covid-19 melalui komunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Otoritas Obat negara lain,” kata BPOM.
Baca juga:
Obat Generik Covid-19 Ivermectin, Antara Keampuhan dan Penolakan WHO