TEMPO.CO, Jakarta - Satu lagi bukti vaksin Covid-19 yang ada saat ini masih cukup efektif melawan virus-virus varian baru. Bukti terbaru datang dari studi yang dilakukan tim peneliti di Oxford University, Inggris, dan hasilnya telah dipublikasikan di Jurnal Cell.
Hasil studi itu menyebutkan kalau vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer dan AstraZeneca mampu meredam varian Delta (B.1.617.2) dan Kappa (B.1.617.1). Kedua varian ini berkembang dari virus corona Covid-19 yang berada di balik 'tsunami' kasus di India di awal tahun ini.
Studi dilakukan dengan cara meneliti kemampuan antibodi dalam darah orang-orang yang telah menerima dosis lengkap kedua vaksin itu dalam menetralisir infeksi virus dari kedua varian itu. Dalam studi terpisah, Covid-19 varian Delta diketahui memiliki kemampuan menyebar hingga 97 persen lebih tinggi daripada varian saat awal pandemi. Sedang Kappa, 48 persen.
"Tidak ada bukti virus-virus itu bisa lolos dengan mudah, menjadikan vaksin-vaksin yang ada saat ini akan mampu menyediakan proteksi melawan turunan virus corona B.1.617," bunyi hasil studi itu merujuk kepada varian Delta dan Kappa.
Meski begitu, terkonfirmasi pula konsentrasi antibodi penetralisir yang terbentuk dalam darah berkurang jika harus melawan keduanya. "Ini yang menyebabkan beberapa infeksi masih mungkin menerobos," kata para peneliti studi itu.
Pekan lalu, sebuah analisis oleh Public Health England (PHE) menunjukkan kalau vaksin-vaksin Pfizer dan AstraZeneca menawarka proteksi yang cukup tinggi terhadap infeksi varian Delta yang kini berkembang mendominasi penyebaran kasus baru Covid-19 di dunia. Masing-masing terukur memberi perlindungan sekitar 90 persen.
Kedua hasil studi itu itu jelas membuat antusias pembuat vaksin. Eksekutif AstraZeneca, Mene Pangalos, dalam pernyataannya menyebut data dari Oxford University sebagai nonklinis, sedang yang dari PHE adalah analisis dari lapangan. "Kami sangat ingin melihat hasil-hasilnya karena menyediakan indikasi positif kalau vaksin kami dapat memiliki dampak signifikan terhadap varian Delta," katanya.
Tim peneliti di Oxford juga menganalisis kemungkinan re-infeksi pada orang-orang yang sebelumnya pernah positif dan telah menerima vaksinasi. Berdasarkan analisis terhadap kemampuan antibodi yang terbentuk dalam darah, risiko terinfeksi kembali oleh varian Delta terukur relatif tinggi pada individu yang sebelumnya terinfeksi virus turunan Beta (B.1.351) dan Gamma (P.1). Keduanya adalah varian yang diketahui menyebar dari Afrika Selatan dan Brasil.
Sebaliknya, infeksi sebelumnya oleh varian Alpha, atau B.1.1.7, varian yang pertama menyebar di Inggris, membangkitkan antibodi yang mampu memberi perlindungan silang yang cukup meyakinkan melawan seluruh virus yang ada di daftar Varian of Concern (Alpha, Beta, Gamma, Delta). "Menjadikannya bisa digunakan sebagai template vaksin Covid-19 generasi berikutnya karena menyediakan proteksi terluas," kata tim peneliti.
REUTERS
Baca juga:
Varian Delta dan Data Perbandingan Keganasan Virus Covid-19 Saat Ini