TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) resmi menghadirkan Sistem Rekam Uji Klinis Andalan Indonesia atau Srikandi berbasis web. Aplikasi ini mendukung akuisisi, manajemen, pengolahan atau analisis data, monitoring, dan audit uji klinis dengan single atau multiple center.
Dalam acara virtual pada Jumat, 25 Juni 2021, Pelaksana Harian Kepala LIPI, Agus Haryono, menjelaskan platform manajemen data uji klinis untuk multi center clinical trial (MCCT) itu sudah dikembangkan dari tahun lalu. LIPI bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), didukung ahli dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta diuji oleh inspektor dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
“Srikandi diharapkan dapat membantu pelaksanaan uji klinis obat di berbagai rumah sakit. Karena data-data yang dihasilkan selama uji klinis menjadi dapat tersimpan dengan rapi,” ujar Agus, Jumat
Platform Srikandi ini dipercaya mampu mempermudah tim peneliti uji klinis, sekaligus dapat mendongkrak ketertinggalan Indonesia dalam pelaksanaan uji klinis di dunia. Menurut Agus, Srikandi juga diharapkan bisa mendukung uji klinis yang menghasilkan data yang lebih sahih, dipercaya, dan kredibel.
Saat ini, Agus menambahkan, ada tiga uji klinis yang dilakukan LIPI dengan memanfaatkan Srikandi, termasuk uji klinis terapi sel punca (stem cell) dan plasma konvalesen. “Jadi saya ikut bergembira karena apa yang dikembangkan tim dapat berkontribusi,” tutur Agus.
Pelaksana tugas Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekusor, dan Zat Adiktif, BPOM, Togi J Hutadjulu, berharap Srikandi dapat mendukung pengolahan analisis data, monitoring dan audit uji klinik, serta membantu peneliti. Sehingga pelaksanaan uji klinis dapat dilakukan sesuai dengan regulasi dan standar yang berlaku dan memenuhi aspek saintifik.
“Serta tetap menjunjung tinggi etika penelitian sesuai dengan pedoman cara uji klinis yang baik,” kata Togi yang hadir dalam acara virtual itu.
Dalam pengembangannya, Togi berujar, BPOM telah memberikan masukan termasuk dalam workshop yang dilakukan pada 8-9 Juni 2021 lalu. Beberapa tim inspektur BPOM juga telah mengikuti pengembangannya, yang sejalan dengan rencana pengawasan pelaksanaan uji klinis BPOM.
“Semoga bisa memfasilitasi uji klinis untuk mencapai kualitas data yang baik dengan memperhatikan integritas dan keamanan data karena menyangkut data dan informasi yang bersifat rahasia antaranya tentang subjek uji klinis,” ujar Togi.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan, Srikandi akan diadopsi BRIN dan dijadikan sebagai tools standar, baik untuk peneliti dari lembaga riset, kampus, atau clinical research organization (CRO) lainnya yang melakukan uji klinis berbasis hasil riset. Menurut Handoko, banyak peneliti yang tidak paham bagaimana melakukan uji klinis sehingga produk penelitian yang dilakukan tidak benar-benar menjadi obat yang bisa digunakan.
Dia menekankan agar semua peneliti harus memenuhi dua hal untuk setiap uji klinis. Pertama, teruji secara ilmiah, yang dari sisi riset itu sudah dipublikasi di jurnal bereputasi. Kedua memenuhi standar dan regulasi dari otoritas, baik dari Kementerian Kesehatan jika yang dikembangkan alat kesehatan atau BPOM untuk obat dan pangan. “Jadi ini dua hal yang saya minta ke teman-teman peneliti untuk bisa dan harus dipenuhi,” tutur Handoko.
Baca juga:
Tim Peneliti Klaim Vaksin Nusantara Diminati di Negara Lain