TEMPO.CO, Jakarta - Terpapar itu belum tentu terinfeksi, dan terinfeksi itu belum tentu sakit. Dokter spesialis patologi klinik di Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret, Solo, Tonang Dwi Ardyanto, menjelaskan ketiga istilah itu yang biasanya ikut menyebar dalam sebuah pandemi panyakit oleh infeksi virus, termasuk saat pandemi Covid-19 saat ini.
Terpapar, Tonang menjelaskan, itu artinya ada virus masuk tubuh kita. Untuk Covid-19, berarti virus corona SARS-CoV-2 yang masuk saluran napas, utamanya di hidung. Begitu masuk, barrier alami tubuh akan berusaha menghambat virus itu.
Ada banyak lekukan, cekungan, tonjolan, lendir dan rambut-rambut halus yang akan menghambat si virus. Menurut Tonang, sebagian besar virus tertahan oleh cara ini dan mati. Sebagian lagi terbawa ke luar ketika kita bernapas, apalagi bersin, maka virus-virus itu akan terlontar.
"Ini yang berisiko menyebarkan ke sekitar kita," katanya dalam narasi yang dibagikannya, Sabtu 26 Juni 2021, dan diizinkan dikutip.
Itu sebabnya, Tonang menambahkan, terpapar belum berarti terinfeksi. Bila dilakukan pemeriksaan PCR atau antigen, hasilnya akan negatif. "Kejadian seperti ini, kemungkinan sering terjadi setiap hari. Kita terpapar virus SARS-CoV-2, tapi mampu kita halau. Tidak sampai terjadi infeksi," katanya lagi.
Hanya ada kalanya, jumlah virusnya sedemikian banyak, sehingga masih ada yang bisa lolos dari barrier alami dan bergerak masuk nasofaring. Di sana ada mukosa juga. Di situ terjadi hambatan oleh beberapa zat anti mikroba. Maka sebagian virus akan tertahan lagi, sebagian akan mati di sini.
Virus lolos sampai di sini cukup sering terjadi tapi masih mungkin dihalau ke luar lagi melalui napas, batuk atau bersin. "Termasuk (virus) yang masih hidup ikut terbawa ke luar. Dalam proses itu pula berarti kita berisiko menyebarkan ke sekitar," kata sang dokter.
Ada kalanya jumlah virus corona yang sampai mukosa masih relatif banyak, hanya sebagian yang bisa ditahan, maka masih ada virus yang masih berhasil lolos lebih dalam. Kelompok ini yang akan berikatan dengan reseptor di sel-sel nasofaring.
"Kondisi ini yang disebut terinfeksi. Pada kondisi inilah bila dilakukan tes PCR atau antigen, hasilnya akan positif," katanya menerangkan.
Tabung-tabung reagen untuk swab PCR pasien yang miliki riwayat kontak erat dengan warga positif Covid-19 di sebuah Puskesmas di Bandung, Senin, 14 Juni 2021. Kasus Covid-19 di Indonesia naik 53,4 persen selama beberapa hari terakhir. TEMPO/Prima Mulia
Infeksi ini memicu peradangan (inflamasi). Peradangan membangkitkan sistem imunitas bawaan yang bereaksi berusaha menahan penyebaran virus. Bila jumlah virus yang berhasil menyerbu masuk itu sedikit, maka dapat saja segera bersih. Tapi bila jumlahnya masih relatif banyak, terjadi reaksi peradangan yang signifikan.
"Seberapa besar skala reaksi ini yang akan menentukan derajat timbulnya gejala," kata Tonang.
Pada sebagian orang, proses ini bahkan tanpa terasa gejalanya. Sebagian lagi hanya terasa ringan sehingga cenderung diabaikan. Bila gejala semakin signifikan, maka akan terasakan oleh orang yang terinfeksi. Saat itulah, dia menekankan, seseorang disebut sakit.
"Seberapa berat kondisi sakit, ditentukan oleh bagaimana kondisi tubuh akibat respon imun yang terjadi. Bisa dari tanpa gejala, ringan, sedang sampai berat bahkan kritis."
Seorang pasien menjalani perawatan di tenda darurat yang dijadikan ruang IGD RSUD Bekasi, Jawa Barat, Jumat, 25 Juni 2021. Pemerintah setempat memindahkan ruang IGD ke tenda darurat karena keterbatasan tempat akibat lonjakan kasus pasien Covid-19 di Bekasi. TEMPOHilman Fathurrahman W
Dari semua kondisi itu, pakar dari UNS ini menerangkan, masih mungkin diharapkan sembuh. Menurutnya, semakin berat gejala, semakin kuat kekebalannya, semakin lama pula bertahannya. "Dan bila sudah sembuh, terbentuklah potensi kekebalan. Ada dua bentuknya: antibodi dan seluler."
Bila terbentuk antibodi, ada IgA di mukosa nasofaring. Jadi, di lain kesempatan, sebelum menginfeksi sel, virus yang lolos sampai ke mukosa sudah langsung ditangkap oleh IgA. Dalam Covid-19, SARS-CoV-2 menjadi tidak bisa berikatan dengan reseptor di sel manusia. Jadi bisa menghambat infeksi. Pada kondisi ini tubuh kita disebut kebal.
Baca juga:
Beda Efek Samping Vaksin AstraZeneca dari Sinovac, Ini Penjelasan Pakar