TEMPO.CO, Jakarta - Vaksin Covid-19 terbaru yang sedang dikembangkan perusahaan biofarmasi Jerman, CureVac, mengumumkan angka efikasi hasil uji klinis final di bawah ambang batas 50 persen. Padahal, harapan dilambungkan untuk kehadiran vaksin yang dikembangkan dengan teknik mRNA--sama seperti Pfizer dan Moderna yang terbukti memiliki efikasi tinggi--namun dengan metode penyimpanan yang jauh lebih mudah atau murah ini.
Hasil analisis final yang dilaporkan CureVac pada Rabu, 30 Juni 2021, mengungkap angka efikasi keseluruhan calon vaksin ini hanya 48 persen dalam mencegah para relawannya jatuh sakit dengan setidaknya satu gejala yang menyertai. Uji klinis CVnCoV, nama calon vaksin Covid-19 dari CureVac ini, melibatkan 40 ribu relawan di sepuluh negara di Eropa dan Amerika Latin.
CureVac berdalih angka efikasi yang tidak diduga itu disebabkan Covid-19 yang mereka hadapi berasal dari infeksi beragam varian virus yang baru. Dari 228 kasus positif Covid-19 di ujung riset, terdiri dari 83 penerima dua dosis vaksin yang diuji dan 145 penerima plasebo, tim peneliti melakukan genome sequencing pada sampel 204 kasus di antaranya.
Hasilnya menunjukkan 51 persen kasus menguak keberadaan varian baru SARS-CoV-2 dari Variant of Concern (Alpha, Beta, Gamma, dan Delta) dan 35 persen yang termasuk Variant of Interest. Termasuk dalam kelompok yang kedua adalah varian Lambda yang pertama diidentifikasi di Peru (21 persen), dan B.1.621 yang pertama ditemukan di Kolombia (14 persen).
Sisanya, sebesar 14 persen, diperkirakan berasal dari infeksi virus corona Covid-19 varian awal pandemi (hanya 3 persen). Sebesar 11 persen disebabkan varian SARS-CoV-2 yang belum dikenal.
Hasil uji klinis menunjukkan dua dosis vaksin ini tak mampu memberi efek signifikan terhadap responden yang berusia lebih dari 60 tahun atau lansia. Kelompok usia ini menyusun sembilan persen dari total relawan. Tapi, calon vaksin disebut mampu memberi perlindungan penuh dari kematian dan 77 persen dari gejala sedang hingga parah di kelompok usia 18-60 tahun.
Angka efikasi keseluruhan untuk segala tingkat gejala dari infeksi seluruh 15 varian virus yang teridentifikasi dalam kelompok relawan usia 18-60 tahun itu sebesar 53 persen. "Sebuah profil efikasi yang kami percayai akan menjadi kontribusi penting untuk membantu mengendalikan pandemi Covid-19 dan penyebaran varian virusnya yang dinamis," kata Franz-Werner Haas, Chief Executive Officer CureVac.
Menurut Haas, data-data tersebut telah dikomunikasikan kepada Badan Obat-obatan Eropa (EMA). Seperti diketahui Komisi Eropa telah memesan 225 juta dosis vaksin ini di awal uji klinis dilakukan, dengan opsi menambah lagi 180 juta dosis tambahan.
ilustrasi - Dokter memegang botol ampul kaca mengandung sel molekul virus corona Covid-19 asal Inggris yang telah mengalami mutasi RNA menjadi varian baru. (ANTARA/Shutterstock/pri.)
Haas menyatakan pemesanan bisa berlanjut karena CVnCoV sangat bermanfaat untuk diberikan kepada kelompok usia 18-60 tahun. Namun, sejumlah ahli lain berpandangan CureVac tak akan mudah memasarkannya. Pertama karena tingkat efikasi keseluruhan yang berada di bawah ambang yang ditetapkan WHO untuk bisa diberikan izin penggunaan darurat. Kedua, vaksin Covid-19 lain memiliki efikasi lebih tinggi.
"Vaksin Covid-19 yang kurang sempurna masih tetap bisa memberi dampak besar asalkan bisa didistribusi secara luas. Tapi, untuk vaksin mRNA, performa ini (CureVac) berada di bawah vaksin yang lain," kata Naor Bar-Zeev, associate professor di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.
CUREVAC | WASHINGTON POST
Baca juga:
Vaksin Covid-19 Gagal di Uji Klinis Awal, Merck Lempar Handuk