TEMPO.CO, Jakarta - Ramai pro dan kontra penggunaan obat antiparasit ivermectin untuk Covid-19. Sebagian mendesak penggunaannya secara luas demi bisa lepas dari cengkeraman pandemi yang semakin kuat saat ini, sebagian lainnya meminta menunggu hasil uji klinis skala besar untuk memastikan efikasi obat cacing itu dan keselamatan penggunanya.
Di antara kontroversi yang semakin tinggi, Merck, yang membuat ivermectin, ternyata telah mengeluarkan sikapnya sejak Februari lalu. Saat itu, perusahaan farmasi Jerman yang berbasis di New Jersey, Amerika Serikat, ini menyatakan tidak yakin obat cacing yang diproduksinya tersebut bisa digunakan untuk Covid-19.
"Perusahaan tidak yakin data yang ada saat ini mendukung keselamatan dan efikasi ivermectin untuk digunakan mengobati Covid-19," bunyi bagian dari pernyataan Merck pada 4 Februari 2021, seperti dikutip dari situs web resmi perusahaan itu.
Merck menambahkan, tim peneliti di perusahaan itu terus menguji dengan hati-hati seluruh temuan dan studi yang bermunculan tentang ivermectin sebagai obat Covid-19. Tapi yang jelas, Merck menyatakan kalau hingga saat ini analisis perusahaan menyatakan tak ada basis ilmiah untuk potensi efek terapi ivermectin melawan Covid-19 dari studi-studi praklinisnya.
Merck juga mengidentifikasi belum ada bukti yang bermakna untuk aktivitas klinis atau efikasi klinis obatnya itu dalam pasien Covid-19. Terakhir, Merck mencemaskan kurangnya data keselamatan dalam mayoritas studi.
Merck mendapatkan izin edar ivermectin di Amerika Serikat menggunakan merek STROMECTOL. Indikasinya yang sesuai dengan labelnya adalah untuk perawatan strongyloidiasis atau infeksi saluran pencernaan karena infeksi parasit cacing gelang Strongyloides stercoralis dan untuk perawatan onchocerciasis atau river blindness karena infeksi parasit cacing Onchocerca volvulus.
Pekerja saat melakukan riset di pabrik obat PT Merck Tbk di Jakarta, Kamis (14/4). Sepanjang tahun 2010, PT Merck Tbk, perusahaan Farmasi dan Kimia Jerman, mencatat pertumbuhan penjualan hampir di semua divisi dengan total pertumbuhan penjualan sebesar 5,9% atau sebesar Rp 796 miliar dar tahun sebelumnya sebesar Rp751 miliar. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Penggunanya tidak ditujukan kepada ibu hamil. Konsentrasi rendah ivermectin juga, diperingatkan, terekskresi dalam ASI. Pemberian obat ini kepada ibu menyusui harus sudah melalui pertimbangan bahwa menunda pengobatan berisiko lebih besar bagi sang ibu daripada risiko yang mungkin ditanggung bayi.
Selain bagi ibu hamil, tingkat keselamatan dan efektivitas ivermectin untuk pasien anak (bobot badang kurang dari 15 kilogram) juga belum diketahui. Uji klinis ivermectin juga tidak mencakup mereka yang berusia 65 tahun atau lebih.
Baca juga:
BPOM Bergeming, Ini Sebab Ivermectin Belum Diizinkan Digunakan Luas