TEMPO.CO, Yogyakarta - Tim pengembang alat GeNose C-19 Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta membantah adanya informasi bahwa alat itu telah dilarang sebagai syarat perjalanan transportasi bahkan ditarik izin edarnya.
“Banyak berita negatif dan bahkan cenderung tidak benar soal GeNose yang harus diluruskan kepada publik,” ujar Juru Bicara Tim GeNose Saifudin Hakim, Rabu, 7 Juli 2021.
Saifudin yang juga peneliti virus di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM itu mengatakan sebenarnya akar informasi tidak benar soal GeNose pasca kesimpulan sepihak atas kebijakan PPKM Darurat yang berlaku 3-20 Juli 2021.
"Dalam kebijakan PPKM Darurat itu tidak memasukkan GeNose sebagai syarat melakukan perjalanan, tapi izin edar GeNose masih berlaku, sehingga tidak ada alasan melakukan pelarangan penggunaan GeNose di masyarakat," kata dia.
Saifudin mengatakan liburnya penggunaan GeNose di sektor transportasi ini digunakan oleh tim peneliti dan pengembang untuk menambah data varian baru virus Covid-19 ke otak kecerdasan buatannya.
"Uji validasi eksternal masih dijalani oleh GeNose. Hal itu akan membantu hidung elektronik mengendus terduga Covid-19 dengan lebih akurat pada situasi penggunaan riil di lapangan," kata pakar bakteriologi, virologi, dan mikologi UGM itu.
Akurasi GeNose, ujar Saifudin, juga tak menurun. Sebab uji terakhir akurasinya masih di angka 93-94 persen dan akan terus mereka tingkatkan. Menurutnya, penambahan data varian baru Covid-19 akan semakin memperkuat Artificial Intelligence (AI) dan akurasi GeNose C19.
GeNose menurut tim justru harus semakin terus digunakan pada situasi riil agar semakin cerdas. “GeNose ini ibarat hidung sekaligus otak elektronik. Jika keduanya dilatih terus secara serempak, kita akan memiliki teknologi inovatif yang praktis, simpel, dan tepat,” kata Saifudin.
Saat ini GeNose juga masih tetap dipergunakan sebagai alat skrining di berbagai sektor dan kegiatan, antara lain perkantoran, kampus, pondok pesantren, dan korporasi.
“Operator GeNose ini tidak akan rugi memiliki GeNose. Ke depannya, GeNose bisa kita kembangkan untuk mendeteksi penyakit-penyakit terkait pernapasan lainnya, tidak hanya Covid-19. Hanya dengan mengganti otaknya itu tadi,” ujar Hakim.
Hakim juga menepis keraguan masyarakat terhadap kemampuan GeNose mendeteksi kemungkinan Covid-19 pada pengguna. “Data kami menunjukkan bahwa GeNose mampu mendeteksi terduga pengguna positif Covid-19 pada koridor perjalanan,” tuturnya.
Data itu mencerminkan tingkat persentase positif sebanyak 9 persen (positivity rate) pada populasi calon pejalan yang tanpa gejala atau merasa sehat. Angka tersebut mendekati rata-rata tingkat positif nasional setinggi 14 persen.
Akurasi alat deteksi Covid-19 temuan UGM Yogyakarta belakangan sempat ramai disorot pasca lonjakan kasus meningkat tajam. Salah satu sorotan datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang meminta agar penggunaan GeNose sebagai syarat perjalanan seperti kereta api dihapus. Stasiun di Yogyakarta dan daerah lain kini tak menerapkan alat itu untuk syarat perjalanan.
Baca:
Bio Farma: Sensitivitas Alat Tes Covid-19 Sampel Kumur Bio Saliva 95 Persen