TEMPO.CO, Yogyakarta – Sejumlah RSUD di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berusaha menghemat stok oksigen yang ada sekaligus mencari cara untuk mendapat pasokan tambahan. Jumlah yang terbatas saat ini harus dibagi bukan hanya untuk pasien Covid-19 yang terus meningkat, tapi juga untuk pasien lain di luar infeksi virus Covid-19.
“Kami tidak lagi mengadakan operasi elektif (terencana) sejak Rabu lalu. Hanya operasi emergency saja,” kata Direktur Utama RSUD Wirosaban, Kota Yogyakarta, Ariyudi Yunita, saat dihubungi TEMPO, Kamis 8 Juli 2021.
Operasi elektif yang dimaksud adalah operasi yang bisa ditunda pelaksanaannya. Semisal, usus buntu yang tidak disertai perdarahan atau infeksi. Dalam kondisi semacam itu, penanganan pasien dimaksimalkan dengan pemberian obat. Sedangkan operasi darurat tetap harus dilakukan, seperti patah tulang terbuka, perdarahan, atau pun ibu yang akan melahirkan.
“Ya, karena oksigennya bikin ketar ketir. Penggunaan oksigen untuk operasi lebih banyak nanti kasihan pasien yang lain,” kata Yunita.
Operasi elektif terakhir dilakukan di rumah sakit itupada pekan lalu untuk lima pasien. Kebijakan ini dijanjikannya ditinjau tiap pekan sembari melihat jumlah pasien Covid-19 yang datang. “Trennya kan melonjak. Kalau pekan depan pasokan oksigen lancar, PPKM bikin tren pasien turun, kami berani buka operasi (elektif) lagi,” kata Yunita.
Tak hanya stop sementara aktivitas operasi elektif, RSUD Yogyakarta itu juga harus pasrah ketika pasokan oksigen untuk oksigen sentral juga harus dikurangi. Biasanya oxygen liquid central terisi penuh hingga 200 meter kubik yang bisa digunakan untuk sepekan dalam kondisi normal.
“Kini berkurang hingga tinggal 80 meter kubik sekali pasok yang hanya cukup untuk dua hari,” kata Yunita.
Oksigen sentral biasanya disalurkan untuk bangsal-bangsal, ICU, juga instalasi gawat darurat. Ketika penanda tangki oksigen sentral menunjukkan tanda pasokan mulai menipis, pihak rumah sakit buru-buru mengontak penyalur. Yang dikontak kemudian meminta bukti gambar atau foto level oksigen saat itu juga.
“Kalau sudah mulai krisis, dia akan isi cepet-cepet tapi tidak full, karena juga harus mengisi tempat-tempat lain,” kata Yunita. Dia menambahkan, "Tiap dua hari sekali kami mikir, nyari oksigen ke mana ya. Gitu.”
Cara lain yang dilakukan untuk menyiapkan oksigen cadangan adalah mengisi tabung-tabung oksigen isi ulang. Tiap hari, sekitar 15 tabung mengantre di tempat pengisian oksigen di daerah Klaten, Jawa Tengah. Sejak pukul 06.00, petugas rumah sakit sudah membawa dan menunggui di sana hingga tabung-tabung terisi penuh. “Harus ditunggui. Kalau tidak ya, enggak dapat.”
RSUD Wonosari Kabupaten Gunungkidul sudah bisa memproduksi oksigen sendiri menggunakan generator konsentrat. Alat tersebut sudah digunakan beberapa tahun lalu untuk kebutuhan reguler dengan produksi enam juta liter per bulan. Sejak jumlah pasien Covid-19 melonjak, kebutuhan atas penggunaan alat tersebut pun dipaksa lebih maksimal menjadi hampir 8 juta liter per bulan.
“Lumayan, bisa untuk mengisi lima tabung (hari itu),” kata Dokter Penanggungjawab Pasien Covid-19 RSUD Wonosari, Paulus Wisnu Kuncoromurti, ketika dihubungi TEMPO Kamis 8 Juli 2021.
Cara kerja alat tersebut, dijelaskan Wisnu adalah dengan mengambil udara sekitar kemudian diolah menjadi oksigen konsentrat. Kemudian oksigen konsentrat yang dihasilkan itu dialirkan ke dalam tabung-tabung isi ulang. “Sampai saat ini masih mencukupi kebutuhan di sini,” kata Wisnu.
Kebutuhan oksigen cair sentral di RSUD Morangan Kabupaten Sleman juga meningkat. Direkturnya, Cahya Purnama, menyebut peningkatan dari 400 menjadi 800 meter kubik per hari. “Alhamdulillah, RSUD Sleman tidak mengalami krisis oksigen meski kebutuhan meningkat,” kata Cahya.
Baca juga:
UGM Gunakan Asrama Mahasiswa sampai Laboratorium untuk Shelter Covid-19